MENDIDIK ANAK MENURUT ALKITAB
(Suatu Analisa Etika Sosial)
By: Jeffrit Kalprianus Ismail
“Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati
anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” (Efesus
6:4)
PENDAHULUAN
Sebagaimana
yang kita ketahui tanaman Anggrek memiliki bunga yang sangat menarik, tetapi
sulit dibudidayakan. Agar berhasil, Saudara perlu mengatur temperatur, cahaya,
dan ukuran pot bunga. Selain peka terhadap tanah dan pupuk, anggrek juga mudah
dirusak penyakit serta serangga. Itu sebabnya orang sering gagal sewaktu
pertama kali mencoba memelihara anggrek.
Membesarkan anak jauh
lebih sulit, rumit dan membutuhkan perhatian yang saksama. Itu sebabnya,
wajarlah jika orang tua sering merasa kehabisan akal. Banyak orang tua
membutuhkan bantuan, sebagaimana pemelihara anggrek membutuhkan saran dari
seorang pakar. Setiap orang tua pasti ingin mendapatkan bimbingan terbaik. Di
mana bimbingan seperti itu dapat ditemukan?
Meskipun Alkitab
bukanlah buku pedoman membesarkan anak, sang Pencipta mengilhami para
penulisnya untuk menyertakan banyak saran yang praktis tentang soal itu.
Alkitab menandaskan pentingnya upaya memperkembangkan sifat-sifat berharga,
yang menurut banyak orang sering diabaikan. Dalam Efesus
4:22-24, nasihat Alkitab sangat jelas menyediakan faktor
penting untuk suatu pendidikan yang seimbang. Ribuan orang yang menerapkan
nasihat Alkitab telah menarik manfaatnya, tidak soal pada zaman mana mereka
hidup atau apa latar belakang budaya mereka. Oleh karena itu, mengikuti nasihat
Alkitab dapat membantu Saudara untuk berhasil mendidik anak.
DASAR PEMIKIRAN DALAM MENDIDIK ANAK
Segera setelah selesai menciptakan bumi dan segala isinya,
Allah memberi perintah kepada Adam dan Hawa untuk "beranak cucu dan
bertambah banyak". Tidak seperti perintah lainnya, perintah ini dipatuhi
dan dunia segera dipenuhi dengan manusia. Pada zaman Perjanjian Lama, keluarga
besar dianggap sebagai sumber berkat istimewa dari Allah dan keluarga yang
tidak memiliki anak dianggap sebagai aib (Maz. 127:3-5; Yer. 22:30; Kej.
30:22-23); Rahel, Sarah, Hana, Mikal, dan Elizabet adalah beberapa wanita di
dalam Alkitab yang sulit memiliki anak).
Di era dimana populasi penduduk sudah sedemikian padat,
banyak orang yang memilih untuk membatasi jumlah anggota keluarganya, tetapi
anak-anak masih tetap dianggap sangat penting. Yesus menunjukkan perhatian
khusus kepada anak-anak dan Yesus juga memuji kesederhanaan dan kepercayaan anak-anak
(Luk. 18:15-17).
Ajaran Alkitab tentang anak dan bimbingan untuk para orang
tua dibagi dalam dua kategori: pendapat tentang anak serta pendapat tentang orang
tua dan menjadi orang tua.
1.
Anak-anak
Di dalam Alkitab, anak-anak dipandang sebagai karunia dari
Allah. Anak-anak bisa membawa kebahagiaan dan kesedihan. Anak-anak harus
dikasihi, dihargai, dan dihormati seperti orang dewasa; mereka penting dalam
kerajaan Allah (Maz. 127:3, Mat. 18:10, Maz. 103:13, Tit. 2:4, Mat. 18:1-6).
Anak-anak juga diberi tanggung jawab: menghargai dan menghormati orang tua,
peduli terhadap mereka, mendengarkan mereka, dan patuh kepada mereka (Kel.
20:12; Mar. 7:10-13; Ams. 1:8, 4:1, 13:1,23:22; Ef. 6:1). Efesus 6:1-3
mengatakan, " Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena
haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah
yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan
panjang umurmu di bumi."
Dalam tulisannya yang lain, Paulus juga memberi kritikan
tajam kepada anak-anak yang tidak patuh (Rom. 1:30, 2Tim. 3:1-5), namun tulisan
ini tampaknya tidak berarti anak-anak harus selamanya patuh. Jika orang tua
meminta anak untuk melakukan hal-hal yang tidak alkitabiah, yang harus diingat
adalah hukum Allah selalu memiliki prioritas yang lebih tinggi daripada
perintah manusia (Kis. 5:29). Selanjutnya, meskipun anak-anak yang sudah dewasa
meninggalkan orang tua mereka dan bersatu dengan pasangannya untuk membangun
keluarga baru tetapi keluarga ini tidak pernah terbebas dari tanggung jawab
untuk menghormati orang tua mereka.
2. Orang tua.
2. Orang tua.
Ayah
dan ibu memiliki tanggung jawab untuk memberi teladan perilaku orang Kristen
dewasa, mengasihi anak-anak mereka, peduli terhadap kebutuhan mereka, mengajar
anak-anak dan mendisiplin mereka dengan sungguh-sungguh (Tit. 2:4, Ul. 6:1-9,
Ams. 22:6, 2Kor. 12:14, Kol. 3:21). Efesus 6:4 mengatakan, "janganlah
bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam
ajaran dan nasihat Tuhan." Kata, “mendidik,” dari kata Yunani “ektrefw”yang berarti, “ untuk
memelihara, menyediakan dengan penuh perhatian pemeliharaan, memberi makan,
atau melatih.” Dengan kata lain kita ada untuk menyediakan kepedulian yang akan
menghasilkan pengembangan dan pertumbuhan yang sehat. Tentu saja, konteksnya
berhubungan dengan kerohanian dan pengembangan moral yang mengalir keluar suatu
hubungan dengan Tuhan, berjalan di bawah kendali Tuhan, tetapi itu adalah buah
kasih dari orang tua yang didalam Tuhan.
Dalam bukunya, "The Measure of a Family" (Ventura,
Calif.: Regal, 1976, 83-94), Gene A. Getz menyebutkan, kita membangkitkan
amarah anak bila kita melakukan pelecehan secara fisik atau pun psikologis
(dengan berlaku kasar dan gagal memperlakukan merekadengan hormat), mengabaikan
mereka, tidak memahami mereka, terlalu berharap kepada mereka, tidak mengasihi
mereka bila mereka tidak melakukan suatu kebaikan, memaksa mereka menerima
tujuan-tujuan dan cita-cita kita, dan menolak untuk mengakui kesalahan kita.
Sebaliknya, kita seharusnya "membesarkan mereka" dengan menjadi
contoh bagi anak-anak kita dan memberi pengarahan serta dorongan. Semua ini
lebih mudah untuk didiskusikan daripada dicapai. Anak-anak, seperti juga orang
tua, memiliki perbedaan kepribadian, sedangkan pengarahan yang alkitabiah dalam
hal mengasuh anak tidaklah sedetil yang diinginkan oleh banyak orang.
Namun pada zaman Perjanjian Lama, ada bagian yang menyatukan
semua prinsip dan merangkum ajaran Alkitab dalam hal mengasuh anak. Meskipun
bagian ini ditulis untuk bangsa Israel sebelum mereka memasuki tanah
perjanjian, paragraf berikut ini sangat
praktis digunakan dalam membesarkan anak dan bimbingan bagi para orang tua di
zaman modern ini.
"Inilah
perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan kepadamu atas
perintah TUHAN, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk
mendudukinya, supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan TUHAN,
Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan
kepadamu, dan supaya lanjut umurmu. Maka dengarlah, hai orang Israel!
Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi
sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di
suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Dengarlah, hai orang
Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa
yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah
engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya
apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan,
apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ul. 6:1-7)
Bagaiman Menjadi orang tua kristen sesuai teks Firman diatas
meliputi hal-hal berikut ini:
1. Mendengarkan
Orang tua yang baik mau mendengarkan perintah Allah dan
mengerti perintah itu dengan sungguh-sungguh sehingga "tertanam dalam
hati" dan menjadi bagian dari diri. Pembelajaran ini diperoleh melalui
keteraturan dalam mempelajari firman Tuhan, yaitu
Alkitab, dengan pertolongan Roh Kudus sehingga firman Tuhan itu menjadi jelas bagi kita.
Alkitab, dengan pertolongan Roh Kudus sehingga firman Tuhan itu menjadi jelas bagi kita.
2. Mematuhi
Pengetahuan saja tidaklah cukup. Selain mendengarkan, orang
tua harus terus mematuhi ketetapan dan perintah Allah. Bila orang tua tidak
menunjukkan keinginan untuk mematuhi Allah, pada gilirannya anak-anak mereka
juga tidak akan memiliki keinginan untuk mematuhi orang tua mereka.
3. Mengasihi
Kita mengasihi Allah dan menyerahkan diri kita seutuhnya
kepada-Nya dengan sepenuh hati, jiwa, dan kekuatan kita. Perhatikan bahwa
penekanannya di sini adalah untuk orang tua. Di samping kepentingan mereka,
anak-anak tidak ditonjolkan dalam Alkitab. Meskipun kita bisa membaca bahwa
Yesus tumbuh secara psikologis (dalam hikmat bijaksana), fisik (bentuk tubuh),
rohani (dalam hubungan-Nya dengan Allah), dan sosial (dalam hubungan-Nya dengan
orang lain), kita hanya mengetahui sedikit tentang masa kecil-Nya. Masa kecil
memang penting, tetapi keberadaan anak-anak bersama orang tuanya hanyalah
sementara. Selanjutnya mereka akan meninggalkan orang tua mereka seperti yang
Allah perintahkan. Orang tua terlebih dahulu ada sebagai individu yang
mengasihi dan melayani Allah. Jika kita diberi anak, mengasuh mereka merupakan bagian
dari tujuan hidup kita, tetapi membesarkan anak bukanlah satu-satunya tujuan
hidup kita.
4. Mengajar
Ada empat cara dalam mengajar:
a. Dengan
rajin
Meskipun mengasuh anak bukanlah satu-satunya tugas orang tua
dalam hidup ini, tetapi ini menjadi tanggung jawab yang penting yang tidak
dapat diremehkan.
b. Dengan
berulang-ulang
Alkitab menunjukkan bahwa mengajar bukanlah usaha yang hanya
sekali dilakukan. Mengajar harus dilakukan orang tua dengan berulang-ulang
siang dan malam.
c. Secara
alami
Pada saat kita duduk, berjalan, berbaring, dan bangun kita
harus mencari kesempatan untuk mengajar. Ibadah keluarga sangat mendukung dalam
hal ini, tetapi orang tua harus mengajar setiap kali ada kesempatan.
d. Secara
pribadi
Tindakan seseorang memiliki dampak yang lebih besar dari
perkataannya. Hal ini mengembalikan kita kepada pasal pertama kitab Ulangan.
Pada saat orang tua mendengar, mematuhi, dan mengasihi, mereka memberi teladan
kepada anak-anak mereka yang menguatkan apa yang dikatakan di rumah.
Perhatikan kata "di rumah". Teman-teman sebaya dan
guru adalah orang-orang yang penting, tetapi hal-hal terpenting dalam proses
pengajaran dan mengasuh anak terjadi di rumah.
BAGAIMANAKAH ORANG KRISTEN
MENDIDIK ANAK-ANAKNYA?
Pengajaran firman Tuhan
kepada anak perlu dilakukan secara berulang-ulang dan dengan tidak
bosan-bosannya karena ini akan memudahkan anak untuk mengerti apa yang kita
ajarkan. Dalam kitab Ulangan 11:19 jelas dikatakan, “Kamu harus mengajarkannya
kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan
apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila
engkau bangun.”
Sejarah bangsa Ibrani
memperlihatkan bahwa ayah harus rajin mengajar anak-anaknya menuruti jalan dan
firman Tuhan demi untuk pertumbuhan rohani dan kesejahteraan mereka. Ayah yang
taat kepada perintah-perintah dalam Firman Tuhan akan melakukan hal ini.
Kepentingan utama dari ayat ini adalah anak-anak didewasakan dalam “ajaran dan nasehat Tuhan” yang adalah merupakan tanggung jawab
seorang ayah dalam rumah tangga.
Dalam Amsal 22:6-11,
khususnya ayat 6 yang berbunyi“Didiklah orang muda menurut
jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang
dari pada jalan itu.” Mendidik
mengindikasikan pendidikan mula-mula yang diberikan ayah dan ibu pada seorang
anak, yaitu pendidikan awal. Pendidikan ini dimaksudkan untuk memperkenalkan
anak pada pola hidup yang direncanakan baginya. Memulai pendidikan anak dengan
cara sedemikian adalah hal yang amat penting, sama seperti pohon bertumbuh
mengikuti arah batangnya waktu baru ditanam.
Dalam mendidik anak,
seharusnya orang tua tidak hanya banyak bicara, tetapi lebih banyak memberikan
teladan kepada anak. Jadi, seandainya orang tua hendak mengajarkan firman Tuhan
mereka harus terlebih dahulu menunjukkannya, memberikan contoh kepada anak. Hal
ini tentunya akan lebih memudahkan orang tua dalam mengajarkan segala sesuatu
kepada anak. Pada dasarnya, sejak kecil anak sudah bisa mengerti atau tanggap
terhadap teladan yang diberikan orang tua, misalnya ketika diajarkan berdoa.
Namun, ketika anak sudah mulai lebih besar, ayah sebaiknya mengajarkan
kesaksian hidup, hidup yang dipimpin Tuhan, hidup di dalam Tuhan, dan juga
mengajarkan bagaimana melakukan Firman Tuhan di dalam kehidupan yang
sebenarnya.
Salah satu ayat dari
Perjanjian Baru memberi kita gambaran yang jelas akan perintah Tuhan kepada
ayah dalam hubungannya dengan membesarkan anak-anaknya. Efesus 6:4 adalah
ringkasan dari kata-kata nasehat kepada para orangtua, yang di sini diwakili
oleh ayah, dan dinyatakan secara negatif dan positif. “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah
bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam
ajaran dan nasihat Tuhan.” Di
sini ditemukan apa yang dikatakan oleh Alkitab mengenai tanggung jawab ayah
dalam membesarkan anak-anak mereka, meliputi 2 aspek yaitu:
a. Aspek negatif dari
ayat ini mengindikasikan bahwa seorang ayah tidak boleh mendorong perkembangan emosi-emosi tidak
baik dari anak-anak mereka melalui pernyataan kekuasaan secara berlebihan,
tidak adil, memihak atau tanpa alasan. Sikap yang tidak
sehat terhadap anak akan mengakibatkan kepahitan hati.
b. Aspek positif dinyatakan
dalam arah yang menyeluruh, yaitu mendidik mereka, membesarkan
mereka, mengembangkan tingkah laku mereka melalui pengajaran dan nasehat dari
Tuhan. Ini
adalah pendidikan (ayah selaku suri teladan) anak – proses pendidikan dan
disiplin yang menyeluruh.
Kata “nasehat” mempunyai
pengertian “menempatkan dalam pikiran anak” yaitu tindakan mengingatkan anak
akan kesalahan-kesalahan (secara konstruktif) atau kewajiban-kewajiban
(tanggung jawab sesuai dengan tingkat umur dan pengertian). Cara orangtua
mendidik anak sangat menentukan perkembangan anak. Jika mereka gagal mendidik
anak dengan tepat, maka anak-anaknya nantinya akan berpotensi menjadi anak yang
sulit untuk dipegang, dan lebih buruk lagi, dia akan menjadi calon penjahat dan
perusak masyarakat. Karena itu, pendidikan anak merupakan satu hal yang perlu
dipikirkan secara serius dan tidak boleh diabaikan. Kalau anak-anak dididik
dengan baik dan benar, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin masa depan yang
bermoral, yang mempunyai cara hidup yang berkenan kepada Tuhan.
Dalam aspek pendidikan
anak, Alkitab memberikan penekanan lebih serius kepada bapak-bapak. Ada 3 alasan
yang mendasari penekanan ini, yaitu:
Pertama, Alkitab
mengatakan bahwa pendidikan anak adalah tugas penting yang tidak boleh
diabaikan bapak. Seorang ayah tidak bisa meninggalkan tanggung jawab
pendidikan anak dan menyerahkan seluruh aspek pendidikan kepada ibu karena dia
sendiri berperan sebagai wakil Allah dalam keluarga. Rasul Paulus
mengatakan, suami adalah kepala bagi isteri sama seperti Kristus adalah Kepala
bagi jemaat.
Kedua, anak
belajar mengenal Allah melalui figur ayah. Kalau seorang anak mempunyai konsep
yang salah tentang ayahnya, maka konsepnya tentang Allah pun salah.
Ketiga, yang
seringkali membuat anak marah dan sakit hati adalah ayah. Tentu saja tidak
semua ayah berbuat demikian. Tetapi di dalam masyarakat, yang paling sering
menganiaya anak adalah ayah. Karena itulah Alkitab mengatakan, “Hai bapa-bapa, janganlah
sakiti hati anakmu.” Maka
dalam mendidik anak, yang paling utama adalah diperlukan adanya keteladan dari
para orang tua. Kalau para orang tua mampu menunjukkan teladan yang baik, yang
berdasarkan ketaatan pada Firman Tuhan serta membina hubungan yang baik antara
suami dan isteri berdasarkan kasih Kristus, akan menumbuhkan anak-anak yang
taat kepada Tuhan dan kepada orangtuanya. Sebaliknya, kalau para orang tua
menunjukkan perilaku yang buruk dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama
bahkan dengan keluarganya sendiri, akan menumbuhkan perilaku yang buruk pula
dalam pribadi anak.
Dalam Amsal 6: 20-29,
dijelaskan bahwa beberapa contoh buruk yang dapat merusak perilaku anak adalah
dosa perzinahan. Orang tua yang tidak mampu memberikan teladan akan
menghasilkan anak-anak yang tidak bisa jadi teladan pula. Di satu sisi mereka
diajar bahwa tidak setia kepada pasangan, mabuk-mabukan, berjudi, memakai
narkoba adalah sesuatu yang salah dan harus dijauhi. Namun di sisi lain mereka
mengetahui bahwa orangtua mereka sendiri melakukannya. Anak-anak semacam ini
akan menjadi bingung, gamang, malu, sakit hati, sedih, marah dan juga berontak.
Tak jarang mereka meniru apa yang dilakukan oleh orangtua mereka sebagai wujud
dari protes.
Bentuk lain dari
perlakuan negatif dari orangtua yang dapat merusak pribadi anak-anak adalah hukuman (fisik dan omelan) yang berlebihan
kepada anak, perlakuan pilih kasih, ketiadaan tatkala sang anak membutuhkan
kehadiran orangtua, tuntutan terus-menerus tanpa pujian, atau terlalu
memproteksi anak sehingga mereka tidak belajar untuk mandiri. Kata “membangkitkan” berarti
membuat jadi jengkel, membuat tidak berdaya, memanas-manasi, dan lain-lain. Hal
ini dilakukan dengan cara yang salah, yaitu kuasa yang berlebihan, tidak masuk
akal, kasar, tuntutan yang kejam, larangan yang tidak perlu. Provokasi semacam
ini akan mengakibatkan reaksi yang tidak baik, menumpulkan perasaan,
menghilangkan kemauannya untuk hal-hal yang suci, dan membuat dia merasa tidak
mungkin bisa memuaskan orangtuanya.
Orangtua yang bijaksana
berusaha membuat ketaatan sebagai sesuatu yang didambakan dan diperoleh dengan
cinta kasih dan kelemahlembutan. Orangtua tidak boleh menjadi penindas yang
tidak berTuhan. Martin Luther mengatakan, “Selain tongkat, siapkan apel untuk diberikan kepada anak pada
saat dia berbuat yang baik.” Disiplin
dalam pendidikan dan budaya umum harus dilaksanakan dengan hati-hati dan
didikan yang terus menerus dengan banyak doa. Teguran, disiplin dan nasehat
berdasarkan Firman Tuhan, menegur dan memuji ketika perlu adalah tanda dari
“nasehat.” Pengajaran yang diberikan bersumber dari Tuhan, dipelajari dalam
sekolah pengalamanan Kristiani, dan dilaksanakan oleh orangtua (ayah).
Disiplin Kristen
dibutuhkan untuk mencegah anak bertumbuh besar tanpa menghormati Tuhan,
otoritas orangtua, pengetahuan akan standar keKristenan dan penguasaan diri. “Segala tulisan yang diilhamkan
Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk
memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian
tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Timotius 3:16-17). Inilah yang
dikatakan Alkitab tentang menjadi ayah. Cara dan metode yang dipergunakan ayah
untuk mengajarkan kebenaran Allah tentunya akan berbeda. Namun kebenaran-kebenaran
itu harus selalu dapat diterapkan dalam pekerjaan apapun, dan dalam cara hidup
bagaimanapun. Saat ayah setia menjadi contoh dan teladan, apa yang dipelajari
anak mengenai Allah akan memampukan dia berdiri dengan teguh sepanjang umur
hidup mereka, apapun yang mereka lakukan atau kemanapun mereka pergi. Mereka
akan belajar “mengasihi Tuhan Allah mereka dengan segenap hati, segenap jiwa
dan segenap kekuatan mereka” dan mau melayani Dia dalam segala hal yang mereka
lakukan.
Masa depan setiap
masyarakat terletak pada bagaimana anak-anak dibesarkan di dalam unit keluarga.
Ketika ada yang salah di dalam lingkungan keluarga, dan orang-tua tidak
memberikan perhatian yang benar kepada anak-anak di dalam rumah tangga dan
tidak memenuhi tanggung-jawab yang diperintahkan oleh Allah untuk
memperlengkapi anak-anak mereka untuk hidup dengan benar dalam hidup ini, maka
masa depan dari orang-orang itu akan menghadapi kesulitan yang sesungguhnya.
Ayah Kristen adalah merupakan alat dalam tangan Tuhan dalam sisi keayahan ini.
Karena keKristenan adalah satu-satunya agama yang benar, dan Allah di dalam
Kristus adalah satu-satunya Allah yang sejati, satu-satunya cara pendidikan
yang mendatangkan hasil adalah ajaran dan nasehat Tuhan. Seluruh proses
pengajaran dan disiplin harus berdasarkan apa yang diperintahkan Tuhan, dan
yang dilakukan Tuhan, sehingga otoritasNya dapat senantiasa dan langsung
bersentuhan dengan pikiran, hati, hati nurani sang anak. Ayah manusiawi tidak
boleh menempatkan dirinya sebagai otoritas tertinggi dalam hal kebenaran dan
kewajiban. Hal ini hanya akan mengembangkan aspek “diri sendiri.” Hanya dengan
menjadikan Allah, Allah di dalam Kristus, sebagai Guru dan Penguasa, yang
karena otoritasNya segala sesuatu dapat dipercaya dan karena ketaatan kepada
kehendakNya segala sesuatu akan terjadi, maka sasaran dari pendidikan dapat
tercapai. Oleh karena itu, jadilah ayah yang bijaksana dan setia selalu
mengajarkan kehendak Tuhan, sehingga anak-anak menjadi taat kepada Tuhan dan
melakukannya dengan sadar, karena mereka tahu bahwa itu baik.
MENDIDIK
DENGAN TANPA KEKERASAN
Matius 11:28-3: “Marilah
kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan
kepadamu. Pikullah kuk
yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati
dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab
kuk yang kupasang itu enak dan beban-Kupun enak”.
Kita semua tentu setuju
bahwa anak-anak adalah karunia berharga dari Tuhan. Sebagai orang-tua kita
diberi mandat untuk membentuk karakter anak bertumbuh
menjadi manusia yang berguna bagi kemuliaan Tuhan. Mendidik anak tidak mengenal
batas waktu, dimulai sejak anak kita lahir. Mendidik anak-anak dimulai dengan
membentuk karakter dan moral mereka. Kita mengajari mereka disiplin dan
membiasakan mereka ber-etiket, yang dimulai dari hal-hal yang sederhana :
Mengucapkan terima kasih, meminta maaf dan membiasakan mereka menyapa orang
dengan kata-kata salam dan tersenyum manis.
Khusus menerapkan suatu
disiplin, sebagai orang tua ketika mendidik anak-anaknya perlu sikap ketegasan,
tetapi ketegasan ini tidak selalu bersifat kekerasan. Banyak orang menganggap
bahwa cara untuk mendisiplin seorang anak adalah dengan menggunakan rotan atau
dengan kata-kata yang keras. Tetapi kata-kata keras sering mempunyai konotasi
kasar. Mungkin hal itu bisa berhasil, tapi cara disiplin seperti itu bisa
menimbulkan luka batin di hati anak-anak kita. Akibatnya bukan rasa disiplin
yang tumbuh dalam diri mereka tetapi hanya rasa takut (takut dipukul, takup
diomeli, dsb), hal demikian mungkin bisa menimbulkan jiwa pembrontakan atau
gangguan emosi lainnya yang ditumpahkan ketika mereka merasa cukup kuat untuk
memberontak. Rasul Paulus mengajarkan bahwa para orang tua perlu sekali untuk
menjaga hati anak-anaknya nya demikian : "Dan
kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi
didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan"(Efesus 6:4).
Tetapi bagaimana dengan tinjauan ayat lain di Alkitab? bukankah ada tertulis "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Memang seolah-olah ayat tersebut memberikan "licence memukul" untuk mendidik anak. Tetapi dengan referensi Alkitab pula kita diberitahu bahwa tongkat tidak selalu berarti tongkat. Bahwa tongkat ini bukan hanya berbicara tentang sepotong kayu saja. Contohnya : Tongkat Musa adalah tongkat gembala; kemanapun Musa berjalan selalu ada tongkat di tangan, apalagi mengingat Musa adalah seorang gembala domba. Sebagai pemimpin bangsa Israel Musa berjalan dengan tongkat sebagai lambang hadirnya kuasa Allah. Dan seringkali kita melihat dalam dunia militer, seorang komandan berjalan dengan tongkat sebagai tanda adanya suatu kuasa di pundaknya. Maka, ada tongkat kuasa, adapula komando. Jadi tongkat dalam ayat tersebut juga berbicara tentang kuasa. Bukan kuasa Musa, bukan kuasa dari tongkat itu saja, tetapi tongkat ini adalah lambang dari kekuasaan Allah. Kuasa Allah itulah yang dipakai oleh Musa. Angkatlah tongkatmu, maka tongkat berbicara tentang kuasa Allah. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa Amsal tersebut juga berbicara tentang pimpinan Kuasa Allah untuk kita dalam mendidik anak-anak kita . Yesus berkata dalam Kisah 1:8:"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu...". Maka jelaslah bagi kita dalam mendidik-pun anak-anak kita perlu pimpinan Roh Kudus sebagai kekuatan, ini adalah kuasa yang Tuhan berikan kepada kita.
Tetapi bagaimana dengan tinjauan ayat lain di Alkitab? bukankah ada tertulis "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Memang seolah-olah ayat tersebut memberikan "licence memukul" untuk mendidik anak. Tetapi dengan referensi Alkitab pula kita diberitahu bahwa tongkat tidak selalu berarti tongkat. Bahwa tongkat ini bukan hanya berbicara tentang sepotong kayu saja. Contohnya : Tongkat Musa adalah tongkat gembala; kemanapun Musa berjalan selalu ada tongkat di tangan, apalagi mengingat Musa adalah seorang gembala domba. Sebagai pemimpin bangsa Israel Musa berjalan dengan tongkat sebagai lambang hadirnya kuasa Allah. Dan seringkali kita melihat dalam dunia militer, seorang komandan berjalan dengan tongkat sebagai tanda adanya suatu kuasa di pundaknya. Maka, ada tongkat kuasa, adapula komando. Jadi tongkat dalam ayat tersebut juga berbicara tentang kuasa. Bukan kuasa Musa, bukan kuasa dari tongkat itu saja, tetapi tongkat ini adalah lambang dari kekuasaan Allah. Kuasa Allah itulah yang dipakai oleh Musa. Angkatlah tongkatmu, maka tongkat berbicara tentang kuasa Allah. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa Amsal tersebut juga berbicara tentang pimpinan Kuasa Allah untuk kita dalam mendidik anak-anak kita . Yesus berkata dalam Kisah 1:8:"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu...". Maka jelaslah bagi kita dalam mendidik-pun anak-anak kita perlu pimpinan Roh Kudus sebagai kekuatan, ini adalah kuasa yang Tuhan berikan kepada kita.
RUMAH
SEBAGAI AJANG PELATIHAN MENDIDIK
Para orang-tua
sebaiknya menempatkan rumah sebagai ajang pelatihan dengan mengikuti materi dan
prinsip-prinsip Alkitab sebagai berikut :
Amsal 29:17
"Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan
mendatangkan sukacita kepadamu"
Amsal 22:6
"Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa
tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu."
Mendidik anak-anak pada
masa kanak-kanak tentu saja berbeda dengan mendidik mereka ketika beranjak
dewasa. Saya ingat sekali ibu saya pernah mengeluh, "lebih mudah berbicara
denganmu ketika kamu masih 8 tahun". Ketika memasuki usia remaja, saya
bukanlah orang yang gampang nurut nasehat dan anjuran orang-tua. Saya yakin hal
inipun dialami oleh banyak orang-tua. Meski demikian, saya bersyukur sudah
dibekali orang-tua dengan pengajaran Kristus sejak kecil. Hal itu telah menjadi
dasar karakter, kepercayaan dan tanggung-jawab ketika memasuki usia remaja dan
dewasa yang mulai ingin coba-coba "against the rule".
Saya percaya banyak
orang tua mengalami kesulitan-kesulitan memberikan nasehat saat anak memasuki
masa-masa puber menuju ke kedewasaan. Begitu banyak anak-anak remaja yang
tiba-tiba membenci orang tuanya tanpa alasan yang jelas. Gejolak hormonal
mereka mempengaruhi perilaku mereka. Kadang banyak orang-tua yang tidak sabar
menghadapi hal ini. Dan kemudian balik memarahi, dan kemarahan orang-tuanya itu
justru menjadi menjadi semacam pemicu pemberontakan mereka. Maka tidak jarang
terjadi "dead lock" hubungan antara anak dengan orang tua ataupun
gurunya. Tetapi Tuhan memberikan otoritas kepada orang-tua untuk tetap mendidik
anak-anaknya ketika memasuki masa-mudanya. Orang-tua tetap bertanggung jawab
untuk mendisiplin anak-anaknya (Efesus 6:4, Amsal 22:6).
Pemeliharaan
atau Pelatihan seperti apa menyediakan ramuan yang, ketika dibawa bersama-sama
bertindak seperti suatu kandang untuk menahan, mengendalikan, dan melatih
anak-anak sehingga mereka dengan penuh kegembiraan mematuhi? Alkitab janjikan
dan mengajar kalau anak-anak itu bisa merupakan suatu berkat. Orang tua tidak
perlu menunggu didalam kekhawatiran dan takut untuk mengantisipasi ‘tahun-tahun
remaja yang mengerikan.’ Tetapi mereka juga tidak bisa menunggu sampai tahun
remaja itu untuk menerapkan prinsip kandang pelatihan. Lalu apa ramuan Alkitab
untuk membuat kandang pelatihan Tuhan? Meskipun masing-masing akan dibahas
dalam materi berikut, kandang pelatihan Tuhan berisi lima sisi penting: mencintai (konteks yang terpenting),instruksi (isi yang penting), dedikasi (tentang orangtua dan anak), disiplin (dalam kata-kata dan tindakan), dan contoh (kenyataan berkenaan dengan orangtua).
Mari
mencatat beberapa ayat kunci:
(
1) Pepatah 29:17 Koreksi putra mu, dan ia akan memberimu penghiburan, Ia akan
juga menggembirakan jiwa mu.
“
Benar” adalah kata Ibrani yasar, yang berarti “ untuk memperingatkan, disiplin,
instruksikan.” Itu adalah koreksi dalam wujud nasihat, disiplin, atau instruksi
yang mengakibatkan pendidikan, pemahaman yang benar. Seperti yang digunakan
dalam PL, kata ini menyatakan menghukum untuk kebaikan, mengoreksi,
instruksikan, dan menyediakan semua yang penting bagi pelatihan anak-anak.
Hanyalah semua gagasan ini diharapkan untuk diungkapan dalam hubungan antar
pribadi dengan cinta dan kepedulian. Kata ini digunakan untuk menunjukan
kepedulian penuh kasih Tuhan dengan Israel dan tentang seorang bapak dengan
putranya ( cf. Deut. 8:1-5).6 Janji yang umum diberi Tuhan dalam
mengoreksi seorang anak adalah kenyamanan, ketenangan, dan sukacita. Untuk “ koreksi”
adalah untuk menerapkan kandang pelatihan itu.
(
2) Pepatah 19:18 Diplin putramu selagi ada harapan, Dan tidak menginginkan
kematiannya.
Suatu
terjemahan lebih baik adalah “ sebab ada harapan” atau “ harapan yang pasti.”
Bandingkan Kis 11:18 dan 14:7 di mana kita mempunyai konstruksi yang sungguh
sama, tetapi itu diterjemahkan, “ sebab ada harapan.”
“
Ada” didalam Ibrani mengacu pada gagasan keberadaan absolut. Tuhan sedang
mengatakan pada kita kalau ini adalah suatu kemutlakan perkataan Tuhan untuk
dipercaya dan diterapkan. Ini adalah suatu janji, tidak hanya peringatan.
“
Dan tidak menginginkan kematian nya” secara harafiah “ tetapi bagi kematian nya
tidak menyenangkan jiwa mu.” Dengan anak kalimat/ketentuan kedua ini , kita
mempunyai suatu permasalahan dalam penafsiran. Ada dua pandangan yang mungkin:
( a) Itu menyediakan suatu peringatan spy hati2 thd disiplin yang tidak pantas,
seperti disiplin yang keluar dari pembalasan dendam, ketidaksabaran, atau
kemarahan tak terkendalikan. Dalam hal ini kita akan menterjemahkannya, “
tetapi jangan terbawa ( yaitu., didalam disiplinmu) kematiannya.” Atau, ( b)
anak kalimat/ketentuan yang kedua menyediakan suatu peringatan spy hati2 thd
konsekwensi kemurahan hati. Derek Kidner, didalam komentarnya tentang Amsal,
memberi Judul ayat ini “ kemurahan yang mematikan.”7melalui terjemahan mereka, ASV, KJV,
NIV, NASB, dan versi lainnya nampaknya memahami anak kalimat/ketentuan dengan
cara ini, meskipun NASB bisa dimengerti dengan penafsiran yang pertama. “ Untuk
mengangkat jiwa itu” adalah suatu idiom Ibrani yang berarti, “ kehendak atau
menginginkan sesuatu, untuk mendapatkan jantung seseorang atau menginginkan
sesuatu.” ( Niv “ jangan jadi bagian dalam kematiannya.” NASB “ jangan
menginginkan kematian nya”.)
Anak
kalimat/ketentuan yang kedua menyediakan suatu kontras dengan sebelumnya. Untuk
melalaikan disiplin oleh karena suatu ketidakyakinan dalam metoda Tuhan, atau
oleh karena tangisan anak, atau oleh karena kemalasan orantua, atau perasaan
halus, atau apapun, pada pokoknya untuk menginginkan kematian anak. Kemurahan
hati mengijinkan sikap dan pola perilaku untuk tumbuh yang bisa menyebabkan
suatu kematian anak oleh karena tidak ada disiplin dan kendali rohani. Jauh
lebih baik tangis anak di bawah koreksi sehat dan penuh kasih dibanding orang
tua menangis/berteriak di bawah buah pahit kegagalan disiplin ( cf. Prov.
23:13-14).
(
3) Ephesians 6:4 Dan, para bapak, jangan menimbulkan kemarahan anak-anakmu;
tetapi didik mereka didalam disiplin dan instruksi Tuhan.
“
Disiplin” menunjuk secara luas kepada seluruh proses pelatihan, tetapi terutama
sekali dalam bentuk disiplin. “ Instruksi” adalah suatu kata yang secara
harafiah berarti untuk menaruh perasaan/pengertian didalam pikiran. Itu mengacu
pada dorongan dan menenangkan jika itu diperlukan atau nasihat jika itu
diperlukan.
(
4) Pepatah 22:6 Didiklah seorang anak didalam jalan/cara yang ia perlu pergi,
Bahkan ketika ia tua ia tidak akan meninggalkan jalan itu.
Didalam
ayat kecil ini ada suatu perintah untuk ditaati, “ mendidik,” dan suatu janji
untuk menjalankannya, “ dan ketika ia tua (dewasa) ia tidak akan meninggalkan
itu.” Didalam hal ini kita mempunyai tugaskan dan Janji Tuhan bagi tiap-tiap
orangtua. Orang tua harus mengetahui maknanya dan percaya pada metoda nya .
Masalahnya, tentu saja, adalah mengetahui apa maksud ayat itu dan memenuhi
perintahnya. Bagi saya makna ayat ini jauh lebih dari apa langsung terlihat dan
apapun yang sering pikirkan. Ayat ini tidaklah semata-mata membicarakan
penyesuaian berkenaan dengan paksaan orangtua. Itu tidaklah berkata,
mengirimkan anak-anakmu ke sekolah Minggu atau menyuruh mereka menghafal
Sepuluh Perintah dan Segalanya akan berhasil. Ayat ini lebih dalam dari itu.
Kata
“ melatih” adalah kata Ibrani chanak yang, menurut pemakaiannya dalam zaman
lampau, mempunyai empat gagasan penting yang mengandung pelajaran pemahaman dan
gambaran kandang pelatihan Tuhan. Jelas, konteksnya harus menentukan bagaimana
chanak digunakan dalam konteks apapun, tetapi berbagai penggunaan menyediakan
beberapa usul dan ilustrasi dari apa yang dilibatkan dalam pelatihan.
Pertama,
chanak bisa berarti “ untuk mempunyai dedikasi.” Itu telah digunakan empat lain
dalam PL dan pada setiap kasus yang gagasan utamanya adalah untuk
melantik/memulai sesuatu yang melibatkan pengorbanan ( Deut. 20:5 [ dua kali],
1 Raj 8:63; dan 2 Chron. 7:5). Akan lebih banyak dibahas dalam dedikasi
orangtua untuk membesarkan anak dalam pemeliharaan dan peringatan Tuhan.
Kedua,
gagasan lain didalam chanak adalah “ untuk mencekik, membatasi, atau disiplin.”
Dalam kata Arab, seorang bahasa saudara, kata ini digunakan untuk suatu tali
dalam mulut kuda, seperti kekang untuk membuat binatang itu tunduk dan bisa
dikendalikan. Ini jelas menggambarkan bagaimana pelatihan meliputi penggunaan
disiplin, aplikasi dari kendali eksternal, dalam rangka membawa seorang anak di
bawah kendali, yang akhirnya dibawah kendali Tuhan.
Ketiga,
gagasan lain dalam chanak adalah “ instruksi.” Bagaimana itu mendapat arti ini?
Dalam maksud/arti yang paling pokoknya bermaksud/arti “ untuk memulai, start,”
atau “ memperkenalkan seseorang kepada sesuatu atau keseseorang.” Dari
situ datang gagasan “ untuk melatih” sebab dalam instruksi, kita sedang
memperkenalkan anak-anak kita kepada Tuhan dan kepada FirmanNya dan mulai
meletakan mereka didalam jalan Tuhan.
Keempat,
gagasan yang lain didalam chanak adalah untuk “ memulai, menciptakan suatu
selera.” Sumber ini dari luar PL, hanya sedikitnya melalui ilustrasi itu
mempunyai aplikasi kepada proses pelatihan.4 Kata itu benar-benar
bermaksud/arti, “ langit-langit mulut, atap mulut.” yang dihubungkan dengan
gagasan dasar inisiasi yang merupakan penggunaan kemudiannya dalam kata Arab
untuk tindakan suatu bidan yang akan menggosok langit-langit mulut bayi dengan
zaitun atau minyak dari biji yang dihancurkan dalam rangka memberi suatu rasa,
untuk menciptakan suatu selera dan menyebabkan bayi menyusui. Pasti, salah satu
dari ramuan yang perlu dalam pelatihan anak-anak adalah memberi anak-anak suatu
rasa keberadaan Tuhan melalui teladan atau contoh orangtua. Kita tidak bisa
harapkan anak-anak untuk nyata dengan Tuhan jika kita adalah orang yang palsu.
Mereka meniru berdasar pada sikap dan pola kita apakah kita suka atau tidak.
Siapa kita adalah hal penting, bahkan menentukan mereka akan menjadi seperti
apa. Memerlukan cara atau metode dalam mendidik anak-anak, tetapi cara atau metode
apakah yang terbaik?
METODE
TUHAN YESUS DALAM MENDIDIK
Bagaimana seharusnya
kita sebagai orangtua maupun guru secara umum menanamkan disiplin dalam diri
anak-anak. Kapan kita dapat menggunakan "tongkat" yang berfungsi
sebagai "command" dengan ketegasan kapan kita harus menggunakan
kata-kata yang lemah lembut. Bagaimana mendidik dan mendisiplinkan anak dengan
cara Alkitab? Dalam Matius 11:28-30 Tuhan Yesus memberi pengajaran yang luar
biasa, sebuah pengajaran yang sangat sejuk, tanpa paksaan dan kekerasan : "Marilah kepada-Ku, semua yang
letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk
yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati
dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan
beban-Kupun ringan."
Cara Yesus mengajar ini
sangat sederhana; pertama : datang kepadaKu, kedua : Aku memasang kuk (beban),
yang ketiga : belajarlah kepadaKu. Metode ini dapat pula menjadi cara kita
dalam mendidik anak-anak. Pertama : sebagai orang-tua/ guru kita harus menjadi
pribadi yang akrap kepada anak-anak, sehingga anak-anak tidak canggung, tidak
sungkan, tidak takut untuk datang kepada orangtuanya sebagai sandaran yang
memberikan mereka keamanan dan kelegaan. Yang kedua : Orang tua harus
menanamkan tanggung-jawab kepada anak sejak awal akan tugas-tugas (beban/kuk)
mereka sebagai umat Allah, bahwa beban yang mereka pikul bukanlah beban yang
memberatkan, tetapi suatu tugas yang mulia. Dan yang ketiga : Belajarlah
kepadaku, yang berarti orang tua harus menjadi panutan bagi anak-anak. Bahwa
orangtua harus menjadi pribadi yang patut dicontoh seperti Tuhan Yesus yang
lemah-lembut dan rendah-hati. Ketika orang-tua berhasil menjadi tokoh panutan
bagi anak-anaknya, hal ini akan memudahkan orang-tua itu mengarahkan
anak-anaknya menjadi pribadi yang diharapkannya.
Ghandi adalah seorang
tokoh besar dalam sejarah, dengan terang-terangan mengaku bahwa perjuangan yang
dia lakukan ter-inspirasi oleh pengajaran cinta-kasih sebagai sari pengajaran
Yesus dalam Khotbah diatas Bukit. Maka Gandhi melakukan perjuangannya yang kita
kenal gerakan ahimsa dan swadesi, sebuah gerakan anti kekerasan yang terilhami
oleh tokoh yang dia kagumi yaitu Yesus Kristus. Meski Gandhi menolak disebut
"beragama Kristen" tetapi dia tidak menolak disebut sebagai
"seorang Kristen" karena dia adalah seorang penganut ajaran Yesus
Kristus. Metode Yesus telah dicontoh oleh Gandhi, kemudian Gandhi menjadi guru
dan teladan bagi rakyat India untuk berjuang dalam kemerdekaan India dengan
tanpa kekerasan, kesuksesannya sudah terbukti. Maka, kitapun bisa memandang hal
tersebut sebagai sebuah inspirasi yang memotivasi kita menjadi teladan yang
patut dicontoh anak-anak kita. Bahwa kita selalu memegang sebuah amanat, masa
depan anak-anak kita tergantung dari bekal pendidikan dan pembentukan karakter
yang kita bina sejak awal. Selamat
mengajar dan menjadi teladan.
BEBERAPA
PRINSIP CARA MEMBIMBING ANAK DALAM TUHAN
Tujuan dari setiap
orang tua Kristen bukanlah untuk membesarkan anak yang baik, menghasilkan
pelajar yang hebat secara akademis, atlet yang hebat, atau lainnya. Tujuan
utamanya adalah memperlengkapi anak-anak kita, orang-orang kudus yang kecil ini
"bagi pekerjaan pelayanan" (Efesus 4:12, Maret 10:45), atau dengan
kata lain mendidik mereka agar tetap berada dalam jalur yang benar, sehingga
dapat dipakai oleh Allah. Jika pada akhirnya mereka tidak dapat dipakai oleh
Kristus, mereka tidak mengatasi hidup ini secara rohani dan dengan hikmat, maka
sebagai orang tua, kita telah gagal.
Ajaklah anak-anak Anda
membaca biografi dan autobiografi tokoh-tokoh Kristen di masa lampau. Sebagai
seorang Kristen muda, dulu saya menenggelamkan diri dalam buku-buku seperti ini
dan mereka sungguh menjadi berkat dalam hidup saya. Kami mendorong anak-anak
kami untuk membaca buku-buku ini, dan itu membantu mereka untuk melihat
bagaimana Allah bekerja dalam kehidupan orang-orang Kristen.
Berdoalah bagi
anak-anak Anda dan biarkan mereka mendengarkan Anda berdoa. Ajarkan kepada
anak-anak Anda, bagaimana berdoa.
Pastikan anak-anak Anda
melihat Anda membaca Alkitab dan melakukan renungan pribadi. Anda juga bisa
membacakan dan menjelaskan Alkitab kepada mereka. Hubungan pribadi, intim, dan
nyata dengan Allah, akan menjadi pengaruh yang paling penting dalam membesarkan
anak-anak bagi Tuhan. Hal penting lainnya adalah mengajarkan kepada anak-anak
Anda, bagaimana caranya agar mereka bisa memiliki hubungan seperti itu, dan
memastikan mereka memiliki hubungan yang intim, pribadi, dan bergairah dengan
Tuhan.
Hal yang paling penting
dalam membesarkan anak-anak yang rohani adalah orang tua dapat mempertahankan
hati sang anak (Amsal 23:26). Anda harus berdoa setiap hari dan mengusahakannya
setiap hari. Anda harus menyisihkan waktu untuk berkomunikasi dengan mereka.
Anda harus bisa menarik keluar apa yang ada dalam hati mereka. Hati anak Anda
dapat hilang, menjadi keras, atau dicuri. Hal ini menyebabkan pemberontakan
dalam diri anak. Jika Anda kehilangan hati anak Anda, segeralah mendapatkan
hatinya kembali.
Pastikan Anda
mendahulukan Allah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam hal memberi.
Jelaskan kepada anak Anda bahwa semua uang adalah milik Allah, bukan hanya 10
persen. Ajarkan kepada mereka untuk memberikan persembahan kepada Allah sejak
usia dini, dan pastikan mereka juga melihat Anda memberi persembahan kepada
Tuhan.
Pastikan anak-anak
melihat Anda berserah kepada Roh Kudus dan doronglah mereka untuk berserah juga
kepada Roh Kudus. Biarkan mereka melihat Anda mengambil keputusan-keputusan
rohani yang baik dan semakin berserah kepada Allah.
Bagikanlah kesaksian
hidup Anda dengan anak-anak Anda. Beri tahu mereka bagaimana Anda diselamatkan.
Berdoalah dengan sungguh-sungguh untuk mereka agar diselamatkan, dan pastikan
mereka mengerti Injil pada umur yang muda.
Pastikan anak-anak Anda
melihat Anda membagikan traktat kepada orang lain atau usaha penginjilan
lainnya, dan libatkan mereka dalam pelayanan Anda.
Pastikan anak-anak Anda
pernah mendengarkan Anda menjelaskan Injil kepada orang yang belum selamat.
Ajarkan anak-anak Anda untuk menjelaskan hal yang sama.
Pastikan anak-anak Anda
mendengar Anda menyatakan saling mencintai kepada pasangan Anda.
Pastikan anak-anak Anda
mendengarkan Anda mengucap syukur kepada Allah atas berkat-berkat-Nya dalam
keluarga Anda.
Pastikan anak-anak Anda
mendengar Anda memberitahu orang lain betapa pentingnya jemaat lokal bagi Anda.
Pastikan mereka mengerti pentingnya berjemaat dengan setia (1 Korintus 4:2;
Ibrani 10:25).
Beritahukan secara
rutin kepada anak-anak Anda, bahwa Anda mengasihi mereka.
Jelaskan
kebenaran-kebenaran Alkitab kepada anak-anak Anda, dan buatlah
penerapan-penerapan praktis akan kebenaran tersebut dalam aktivitas
sehari-hari.
Jelaskan
kebenaran-kebenaran doktrinal Alkitab yang benar kepada anak-anak Anda. Sangat
penting untuk menjelaskan bagaimana Roh Kudus bekerja dalam hidup Anda.
Jelaskan apa artinya dipenuhi (dikuasai) oleh Roh Kudus.
Berjemaatlah di sebuah
gereja yang memiliki pengajaran Alkitab yang baik. Pastikan penekanan gereja
ini adalah dalam hal bertumbuh secara rohani, memenangkan jiwa-jiwa, dan bukan
berorientasi kepada aktivitas. Jangan mencari gereja hanya karena aktivitas apa
yang tersedia bagi anak-anak. Carilah gereja yang menekankan pengajaran
kebenaran rohani, yang memiliki pelayanan firman Tuhan sebagai penekanan utama
mereka, yang mendorong hidup kudus dan saleh dan yang tidak terlibat dalam
musik yang fasik (musik yang menarik bagi daging bukan roh) seperti musik
Kristen kontemporer, musik "Southern Gospel" [musik Gospel orang AS
bagian selatan, Red.], atau gereja yang lebih menekankan musik dari pada firman
Tuhan. Banyak gereja yang mengagungkan persekutuan remaja/pemuda dan musik
mereka daripada Tuhan. (Ini adalah berhala). Carilah gereja yang menekankan
musik himne.
Lindungilah anak-anak
Anda dari pengaruh televisi dan musik yang duniawi, serta pergaulan yang
duniawi. Pastikan anak-anak Anda tidak berfokus pada lawan jenis pada usia
dini. Pastikan Anda menjadi pihak yang paling berpengaruh dalam hidup anak-anak
Anda.
Pastikan Anda menjalani
hidup yang kudus, terpisah dari keduniawian, kejahatan, dan kefasikan. Pastikan
hidup Anda adalah kesaksian kekudusan, bukan hanya di gereja tetapi juga di
rumah.
Didiklah anak-anak Anda
dalam atmosfer yang alkitabiah, saleh, dan Kristiani. Jangan tertipu bahwa Anda
bisa mendidik anak Anda dengan sistem dunia (yang adalah sistem Iblis) dan itu
tidak akan berpengaruh pada mereka.
Berusaha menanamkan
karakter Kristiani yang saleh dalam hidup anak-anak Anda dengan disiplin.
Seorang anak harus belajar taat. Seorang anak harus belajar bahwa dia tidak
perlu diberitahu berulang-ulang untuk taat. Disiplinkan anak Anda dengan benar.
Adalah tanggung jawab Anda untuk mengajar anak Anda bagaimana berkonsentrasi.
Pastikan Anda tidak
hidup setiap hari dalam amarah yang fasik atau dalam roh amarah (Efesus
4:31-32). Kebanyakan orang tua kehilangan hati anak-anak mereka karena
menggunakan amarah yang fasik pada mereka. Alkitab mengatakan "Orang yang
menabur kecurangan akan menuai bencana, dan tongkat amarahnya akan habis
binasa." (Amsal 22:8) Amarah yang tidak benar berasal dari kesombongan
(Amsal 21:24). Banyak orang Kristen yang menjalani hidup sehari-hari mereka,
berpikir bahwa mereka bersekutu dengan Allah, padahal dalam kenyataannya mereka
menjalani hidup dalam dosa amarah, di luar persekutuan dengan Allah (1 Yohanes
1:6-10). Amarah yang fasik sangatlah menipu dan banyak orang Kristen yang
tertipu olehnya (Galatia 6:7-8). Dengan melakukan ini, kita membuka hidup kita
kepada Iblis dan kehancuran darinya (1 Petrus 5:8). Kehancuran ini terjadi
dalam hidup kita, dalam hidup keluarga kita, dan anak-anak kita. Esensi hidup
Kristiani adalah dikuasai oleh Roh Allah (Efesus 5:18). Kita tidak dikuasai
oleh Roh Allah jika kita menjalani hidup kita sehari-hari dalam amarah yang
fasik. Iblis sangat menipu, dan amarah yang fasik dirancang oleh Iblis untuk
menghancurkan keluarga Anda dan hidup Anda. Pastikan Anda mengerti bahwa
"kasih itu murah hati" (1 Korintus 13:4).
Anda harus membangun
karakter yang saleh dalam hidup anak-anak Anda. Karakter mereka adalah tujuan
akhir mereka. Alkitab memberikan sedikitnya 49 jenis karakter yang berbeda.
Iblis sangat tertarik dengan karakter mereka dan karakter Anda. Ia tidak peduli
tentang engkau atau anak-anakmu. Ia memiliki tiga keinginan -- mencuri,
membunuh, dan membinasakan (Yohanes 10:9-10). Sadarlah bahwa Anda melawan Iblis
demi anak-anak Anda (1 Petrus 5:8). Pastikan ada diskusi tentang karakter di
rumah tangga. Belajarlah untuk memuji karakter yang bagus dalam anak-anak Anda
(Ini mungkin adalah poin yang terpenting) (Amsal 27:21). Secara umum, banyak
orang tidak memuji anak-anaknya atau memuji hal-hal yang salah, seperti
kecantikan atau prestasi yang membangkitkan kesombongan. Memuji karakter
anak-anak Anda membangkitkan kemajuan bagi mereka tanpa menimbulkan
kesombongan.
"Sesungguhnya,
anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah
suatu upah." (Mazmur 127:3)
DAFTAR
PUSTAKA
Derek Kidner, Proverbs: An Introduction and
Commentary, The Tyndale Old Testament Commentaries, Tyndale Press,
London, 1964
Francis A. Schaeffer, How Should We Then Live? The
Rise and Decline of Western Thought and Culture, Fleming H. Revell,
Old Tappan, New Jersey, 1976.
Jack Fennema, Nurturing Children in the Lord,
Presbyterian and Reformed Publishing, Phillipsburg, NJ, 1978.
Richard Whitaker, Editor, The Abridged
Brown-Driver-Briggs Hebrew-English Lexicon of the Old Testament,
Logos Research Systems, Oak Harbor, WA, 1997
Roy Lessin, How to be Parents of Happy and
Obedient Children, Omega Publications, Medford, OR, 1978, quoting
Charles R. Swindoll in, You and Your Child.
Sosipater,
Karel., 2010. Etika Perjanjian Lama, Penerbit Suara Harapan Bangsa: Jakarta.
_____________.,
2010. Etika Perjanjian Baru, Penerbit Suara Harapan Bangsa: Jakarta.
Susanto, Hasan.,
2003.Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian
Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Tong. Stephen.,
1991. Keluarga Bahagia. Cetakan kesebelas (2010), Penerbit Momentum : Jakarta.
Theological Word Book of the Old Testament, R. Laird Harris, editor, Gleason L. Archer and Jr. Bruce
K. Waltke, associate editors, Vol. I, Moody Press, Chicago, 1980
Tidak ada komentar:
Posting Komentar