Selasa, 07 Februari 2017

Makalah: Mendidik Anak Menurut Alkitab (Suatu Analisa Etika Sosial)



MENDIDIK ANAK MENURUT ALKITAB
(Suatu Analisa Etika Sosial)
 By: Jeffrit Kalprianus Ismail

“Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” (Efesus 6:4)

PENDAHULUAN

Sebagaimana yang kita ketahui tanaman Anggrek memiliki bunga yang sangat menarik, tetapi sulit dibudidayakan. Agar berhasil, Saudara perlu mengatur temperatur, cahaya, dan ukuran pot bunga. Selain peka terhadap tanah dan pupuk, anggrek juga mudah dirusak penyakit serta serangga. Itu sebabnya orang sering gagal sewaktu pertama kali mencoba memelihara anggrek.
Membesarkan anak jauh lebih sulit, rumit dan membutuhkan perhatian yang saksama. Itu sebabnya, wajarlah jika orang tua sering merasa kehabisan akal. Banyak orang tua membutuhkan bantuan, sebagaimana pemelihara anggrek membutuhkan saran dari seorang pakar. Setiap orang tua pasti ingin mendapatkan bimbingan terbaik. Di mana bimbingan seperti itu dapat ditemukan?
Meskipun Alkitab bukanlah buku pedoman membesarkan anak, sang Pencipta mengilhami para penulisnya untuk menyertakan banyak saran yang praktis tentang soal itu. Alkitab menandaskan pentingnya upaya memperkembangkan sifat-sifat berharga, yang menurut banyak orang sering diabaikan. Dalam Efesus 4:22-24, nasihat Alkitab sangat jelas menyediakan faktor penting untuk suatu pendidikan yang seimbang. Ribuan orang yang menerapkan nasihat Alkitab telah menarik manfaatnya, tidak soal pada zaman mana mereka hidup atau apa latar belakang budaya mereka. Oleh karena itu, mengikuti nasihat Alkitab dapat membantu Saudara untuk berhasil mendidik anak.

DASAR PEMIKIRAN DALAM MENDIDIK ANAK

Segera setelah selesai menciptakan bumi dan segala isinya, Allah memberi perintah kepada Adam dan Hawa untuk "beranak cucu dan bertambah banyak". Tidak seperti perintah lainnya, perintah ini dipatuhi dan dunia segera dipenuhi dengan manusia. Pada zaman Perjanjian Lama, keluarga besar dianggap sebagai sumber berkat istimewa dari Allah dan keluarga yang tidak memiliki anak dianggap sebagai aib (Maz. 127:3-5; Yer. 22:30; Kej. 30:22-23); Rahel, Sarah, Hana, Mikal, dan Elizabet adalah beberapa wanita di dalam Alkitab yang sulit memiliki anak).
Di era dimana populasi penduduk sudah sedemikian padat, banyak orang yang memilih untuk membatasi jumlah anggota keluarganya, tetapi anak-anak masih tetap dianggap sangat penting. Yesus menunjukkan perhatian khusus kepada anak-anak dan Yesus juga memuji kesederhanaan dan kepercayaan anak-anak (Luk. 18:15-17).
Ajaran Alkitab tentang anak dan bimbingan untuk para orang tua dibagi dalam dua kategori: pendapat tentang anak serta pendapat tentang orang tua dan menjadi orang tua.
1.      Anak-anak
Di dalam Alkitab, anak-anak dipandang sebagai karunia dari Allah. Anak-anak bisa membawa kebahagiaan dan kesedihan. Anak-anak harus dikasihi, dihargai, dan dihormati seperti orang dewasa; mereka penting dalam kerajaan Allah (Maz. 127:3, Mat. 18:10, Maz. 103:13, Tit. 2:4, Mat. 18:1-6). Anak-anak juga diberi tanggung jawab: menghargai dan menghormati orang tua, peduli terhadap mereka, mendengarkan mereka, dan patuh kepada mereka (Kel. 20:12; Mar. 7:10-13; Ams. 1:8, 4:1, 13:1,23:22; Ef. 6:1). Efesus 6:1-3 mengatakan, " Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi."
Dalam tulisannya yang lain, Paulus juga memberi kritikan tajam kepada anak-anak yang tidak patuh (Rom. 1:30, 2Tim. 3:1-5), namun tulisan ini tampaknya tidak berarti anak-anak harus selamanya patuh. Jika orang tua meminta anak untuk melakukan hal-hal yang tidak alkitabiah, yang harus diingat adalah hukum Allah selalu memiliki prioritas yang lebih tinggi daripada perintah manusia (Kis. 5:29). Selanjutnya, meskipun anak-anak yang sudah dewasa meninggalkan orang tua mereka dan bersatu dengan pasangannya untuk membangun keluarga baru tetapi keluarga ini tidak pernah terbebas dari tanggung jawab untuk menghormati orang tua mereka.

2. Orang tua.
Ayah dan ibu memiliki tanggung jawab untuk memberi teladan perilaku orang Kristen dewasa, mengasihi anak-anak mereka, peduli terhadap kebutuhan mereka, mengajar anak-anak dan mendisiplin mereka dengan sungguh-sungguh (Tit. 2:4, Ul. 6:1-9, Ams. 22:6, 2Kor. 12:14, Kol. 3:21). Efesus 6:4 mengatakan, "janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan." Kata, “mendidik,” dari kata Yunani “ektrefw”yang berarti, “ untuk memelihara, menyediakan dengan penuh perhatian pemeliharaan, memberi makan, atau melatih.” Dengan kata lain kita ada untuk menyediakan kepedulian yang akan menghasilkan pengembangan dan pertumbuhan yang sehat. Tentu saja, konteksnya berhubungan dengan kerohanian dan pengembangan moral yang mengalir keluar suatu hubungan dengan Tuhan, berjalan di bawah kendali Tuhan, tetapi itu adalah buah kasih dari orang tua yang didalam Tuhan.

Dalam bukunya, "The Measure of a Family" (Ventura, Calif.: Regal, 1976, 83-94), Gene A. Getz menyebutkan, kita membangkitkan amarah anak bila kita melakukan pelecehan secara fisik atau pun psikologis (dengan berlaku kasar dan gagal memperlakukan merekadengan hormat), mengabaikan mereka, tidak memahami mereka, terlalu berharap kepada mereka, tidak mengasihi mereka bila mereka tidak melakukan suatu kebaikan, memaksa mereka menerima tujuan-tujuan dan cita-cita kita, dan menolak untuk mengakui kesalahan kita. Sebaliknya, kita seharusnya "membesarkan mereka" dengan menjadi contoh bagi anak-anak kita dan memberi pengarahan serta dorongan. Semua ini lebih mudah untuk didiskusikan daripada dicapai. Anak-anak, seperti juga orang tua, memiliki perbedaan kepribadian, sedangkan pengarahan yang alkitabiah dalam hal mengasuh anak tidaklah sedetil yang diinginkan oleh banyak orang.

Namun pada zaman Perjanjian Lama, ada bagian yang menyatukan semua prinsip dan merangkum ajaran Alkitab dalam hal mengasuh anak. Meskipun bagian ini ditulis untuk bangsa Israel sebelum mereka memasuki tanah perjanjian, paragraf  berikut ini sangat praktis digunakan dalam membesarkan anak dan bimbingan bagi para orang tua di zaman modern ini.
"Inilah perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan kepadamu atas perintah TUHAN, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan TUHAN, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu. Maka dengarlah, hai orang Israel! Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ul. 6:1-7)

Bagaiman Menjadi orang tua kristen sesuai teks Firman diatas meliputi hal-hal berikut ini:
1. Mendengarkan
Orang tua yang baik mau mendengarkan perintah Allah dan mengerti perintah itu dengan sungguh-sungguh sehingga "tertanam dalam hati" dan menjadi bagian dari diri. Pembelajaran ini diperoleh melalui keteraturan dalam mempelajari firman Tuhan, yaitu
Alkitab, dengan pertolongan Roh Kudus sehingga firman Tuhan itu menjadi jelas bagi kita.
2. Mematuhi
Pengetahuan saja tidaklah cukup. Selain mendengarkan, orang tua harus terus mematuhi ketetapan dan perintah Allah. Bila orang tua tidak menunjukkan keinginan untuk mematuhi Allah, pada gilirannya anak-anak mereka juga tidak akan memiliki keinginan untuk mematuhi orang tua mereka.
3. Mengasihi
Kita mengasihi Allah dan menyerahkan diri kita seutuhnya kepada-Nya dengan sepenuh hati, jiwa, dan kekuatan kita. Perhatikan bahwa penekanannya di sini adalah untuk orang tua. Di samping kepentingan mereka, anak-anak tidak ditonjolkan dalam Alkitab. Meskipun kita bisa membaca bahwa Yesus tumbuh secara psikologis (dalam hikmat bijaksana), fisik (bentuk tubuh), rohani (dalam hubungan-Nya dengan Allah), dan sosial (dalam hubungan-Nya dengan orang lain), kita hanya mengetahui sedikit tentang masa kecil-Nya. Masa kecil memang penting, tetapi keberadaan anak-anak bersama orang tuanya hanyalah sementara. Selanjutnya mereka akan meninggalkan orang tua mereka seperti yang Allah perintahkan. Orang tua terlebih dahulu ada sebagai individu yang mengasihi dan melayani Allah. Jika kita diberi anak, mengasuh mereka merupakan bagian dari tujuan hidup kita, tetapi membesarkan anak bukanlah satu-satunya tujuan hidup kita.
4. Mengajar
Ada empat cara dalam mengajar:
a.      Dengan rajin
Meskipun mengasuh anak bukanlah satu-satunya tugas orang tua dalam hidup ini, tetapi ini menjadi tanggung jawab yang penting yang tidak dapat diremehkan.
b.      Dengan berulang-ulang
Alkitab menunjukkan bahwa mengajar bukanlah usaha yang hanya sekali dilakukan. Mengajar harus dilakukan orang tua dengan berulang-ulang siang dan malam.
c.       Secara alami
Pada saat kita duduk, berjalan, berbaring, dan bangun kita harus mencari kesempatan untuk mengajar. Ibadah keluarga sangat mendukung dalam hal ini, tetapi orang tua harus mengajar setiap kali ada kesempatan.
d.      Secara pribadi
Tindakan seseorang memiliki dampak yang lebih besar dari perkataannya. Hal ini mengembalikan kita kepada pasal pertama kitab Ulangan. Pada saat orang tua mendengar, mematuhi, dan mengasihi, mereka memberi teladan kepada anak-anak mereka yang menguatkan apa yang dikatakan di rumah.
Perhatikan kata "di rumah". Teman-teman sebaya dan guru adalah orang-orang yang penting, tetapi hal-hal terpenting dalam proses pengajaran dan mengasuh anak terjadi di rumah.


BAGAIMANAKAH ORANG KRISTEN MENDIDIK ANAK-ANAKNYA?

Pengajaran firman Tuhan kepada anak perlu dilakukan secara berulang-ulang dan dengan tidak bosan-bosannya karena ini akan memudahkan anak untuk mengerti apa yang kita ajarkan. Dalam kitab Ulangan 11:19 jelas dikatakan, “Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.”
Sejarah bangsa Ibrani memperlihatkan bahwa ayah harus rajin mengajar anak-anaknya menuruti jalan dan firman Tuhan demi untuk pertumbuhan rohani dan kesejahteraan mereka. Ayah yang taat kepada perintah-perintah dalam Firman Tuhan akan melakukan hal ini. Kepentingan utama dari ayat ini adalah anak-anak didewasakan dalam “ajaran dan nasehat Tuhan” yang adalah merupakan tanggung jawab seorang ayah dalam rumah tangga.
Dalam Amsal 22:6-11, khususnya ayat 6 yang berbunyi“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” Mendidik mengindikasikan pendidikan mula-mula yang diberikan ayah dan ibu pada seorang anak, yaitu pendidikan awal. Pendidikan ini dimaksudkan untuk memperkenalkan anak pada pola hidup yang direncanakan baginya. Memulai pendidikan anak dengan cara sedemikian adalah hal yang amat penting, sama seperti pohon bertumbuh mengikuti arah batangnya waktu baru ditanam.
Dalam mendidik anak, seharusnya orang tua tidak hanya banyak bicara, tetapi lebih banyak memberikan teladan kepada anak. Jadi, seandainya orang tua hendak mengajarkan firman Tuhan mereka harus terlebih dahulu menunjukkannya, memberikan contoh kepada anak. Hal ini tentunya akan lebih memudahkan orang tua dalam mengajarkan segala sesuatu kepada anak. Pada dasarnya, sejak kecil anak sudah bisa mengerti atau tanggap terhadap teladan yang diberikan orang tua, misalnya ketika diajarkan berdoa. Namun, ketika anak sudah mulai lebih besar, ayah sebaiknya mengajarkan kesaksian hidup, hidup yang dipimpin Tuhan, hidup di dalam Tuhan, dan juga mengajarkan bagaimana melakukan Firman Tuhan di dalam kehidupan yang sebenarnya.
Salah satu ayat dari Perjanjian Baru memberi kita gambaran yang jelas akan perintah Tuhan kepada ayah dalam hubungannya dengan membesarkan anak-anaknya. Efesus 6:4 adalah ringkasan dari kata-kata nasehat kepada para orangtua, yang di sini diwakili oleh ayah, dan dinyatakan secara negatif dan positif. “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Di sini ditemukan apa yang dikatakan oleh Alkitab mengenai tanggung jawab ayah dalam membesarkan anak-anak mereka, meliputi 2 aspek yaitu:
a. Aspek negatif dari ayat ini mengindikasikan bahwa seorang ayah tidak boleh mendorong perkembangan emosi-emosi tidak baik dari anak-anak mereka melalui pernyataan kekuasaan secara berlebihan, tidak adil, memihak atau tanpa alasan. Sikap yang tidak sehat terhadap anak akan mengakibatkan kepahitan hati. 
b. Aspek positif dinyatakan dalam arah yang menyeluruh, yaitu mendidik mereka, membesarkan mereka, mengembangkan tingkah laku mereka melalui pengajaran dan nasehat dari Tuhan. Ini adalah pendidikan (ayah selaku suri teladan) anak – proses pendidikan dan disiplin yang menyeluruh.
Kata “nasehat” mempunyai pengertian “menempatkan dalam pikiran anak” yaitu tindakan mengingatkan anak akan kesalahan-kesalahan (secara konstruktif) atau kewajiban-kewajiban (tanggung jawab sesuai dengan tingkat umur dan pengertian). Cara orangtua mendidik anak sangat menentukan perkembangan anak. Jika mereka gagal mendidik anak dengan tepat, maka anak-anaknya nantinya akan berpotensi menjadi anak yang sulit untuk dipegang, dan lebih buruk lagi, dia akan menjadi calon penjahat dan perusak masyarakat. Karena itu, pendidikan anak merupakan satu hal yang perlu dipikirkan secara serius dan tidak boleh diabaikan. Kalau anak-anak di­didik dengan baik dan benar, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin masa depan yang bermoral, yang mempunyai cara hidup yang berkenan kepada Tuhan.
Dalam aspek pendidikan anak, Alkitab memberikan penekanan lebih serius kepada bapak-bapak. Ada 3 alasan yang mendasari penekanan ini, yaitu:
Pertama, Alkitab mengatakan bahwa pendidikan anak adalah tugas penting yang tidak boleh diabaikan bapak. Seorang ayah tidak bisa meninggalkan tang­gung jawab pendidikan anak dan menyerahkan seluruh aspek pendidikan kepada ibu karena dia sendiri berperan sebagai wakil Allah dalam keluarga.  Rasul Paulus mengatakan, suami adalah kepala bagi isteri sama seperti Kristus adalah Kepala bagi jemaat. 
Kedua, anak belajar mengenal Allah melalui figur ayah. Kalau seorang anak mempunyai konsep yang salah tentang ayahnya, maka konsepnya tentang Allah pun salah. 
Ketiga, yang seringkali membuat anak marah dan sakit hati adalah ayah. Tentu saja tidak semua ayah berbuat demikian. Tetapi di dalam masyarakat, yang paling sering menganiaya anak adalah ayah. Karena itulah Alkitab mengatakan, “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu.” Maka dalam mendidik anak, yang paling utama adalah diperlukan adanya keteladan dari para orang tua. Kalau para orang tua mampu menunjukkan teladan yang baik, yang berdasarkan ketaatan pada Firman Tuhan serta membina hubungan yang baik antara suami dan isteri berdasarkan kasih Kristus, akan menumbuhkan anak-anak yang taat kepada Tuhan dan kepada orangtuanya. Sebaliknya, kalau para orang tua menunjukkan perilaku yang buruk dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama bahkan dengan keluarganya sendiri, akan menumbuhkan perilaku yang buruk pula dalam pribadi anak.
Dalam Amsal 6: 20-29, dijelaskan bahwa beberapa contoh buruk yang dapat merusak perilaku anak adalah dosa perzinahan. Orang tua yang tidak mampu memberikan teladan akan menghasilkan anak-anak yang tidak bisa jadi teladan pula. Di satu sisi mereka diajar bahwa tidak setia kepada pasangan, mabuk-mabukan, berjudi, memakai narkoba adalah sesuatu yang salah dan harus dijauhi. Namun di sisi lain mereka mengetahui bahwa orangtua mereka sendiri melakukannya. Anak-anak semacam ini akan menjadi bingung, gamang, malu, sakit hati, sedih, marah dan juga berontak. Tak jarang mereka meniru apa yang dilakukan oleh orangtua mereka sebagai wujud dari protes.
Bentuk lain dari perlakuan negatif dari orangtua yang dapat merusak pribadi anak-anak adalah hukuman (fisik dan omelan) yang berlebihan kepada anak, perlakuan pilih kasih, ketiadaan tatkala sang anak membutuhkan kehadiran orangtua, tuntutan terus-menerus tanpa pujian, atau terlalu memproteksi anak sehingga mereka tidak belajar untuk mandiri. Kata “membangkitkan” berarti membuat jadi jengkel, membuat tidak berdaya, memanas-manasi, dan lain-lain. Hal ini dilakukan dengan cara yang salah, yaitu kuasa yang berlebihan, tidak masuk akal, kasar, tuntutan yang kejam, larangan yang tidak perlu. Provokasi semacam ini akan mengakibatkan reaksi yang tidak baik, menumpulkan perasaan, menghilangkan kemauannya untuk hal-hal yang suci, dan membuat dia merasa tidak mungkin bisa memuaskan orangtuanya.
Orangtua yang bijaksana berusaha membuat ketaatan sebagai sesuatu yang didambakan dan diperoleh dengan cinta kasih dan kelemahlembutan. Orangtua tidak boleh menjadi penindas yang tidak berTuhan. Martin Luther mengatakan, “Selain tongkat, siapkan apel untuk diberikan kepada anak pada saat dia berbuat yang baik.” Disiplin dalam pendidikan dan budaya umum harus dilaksanakan dengan hati-hati dan didikan yang terus menerus dengan banyak doa. Teguran, disiplin dan nasehat berdasarkan Firman Tuhan, menegur dan memuji ketika perlu adalah tanda dari “nasehat.” Pengajaran yang diberikan bersumber dari Tuhan, dipelajari dalam sekolah pengalamanan Kristiani, dan dilaksanakan oleh orangtua (ayah).
Disiplin Kristen dibutuhkan untuk mencegah anak bertumbuh besar tanpa menghormati Tuhan, otoritas orangtua, pengetahuan akan standar keKristenan dan penguasaan diri. “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Timotius 3:16-17). Inilah yang dikatakan Alkitab tentang menjadi ayah. Cara dan metode yang dipergunakan ayah untuk mengajarkan kebenaran Allah tentunya akan berbeda. Namun kebenaran-kebenaran itu harus selalu dapat diterapkan dalam pekerjaan apapun, dan dalam cara hidup bagaimanapun. Saat ayah setia menjadi contoh dan teladan, apa yang dipelajari anak mengenai Allah akan memampukan dia berdiri dengan teguh sepanjang umur hidup mereka, apapun yang mereka lakukan atau kemanapun mereka pergi. Mereka akan belajar “mengasihi Tuhan Allah mereka dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap kekuatan mereka” dan mau melayani Dia dalam segala hal yang mereka lakukan.
Masa depan setiap masyarakat terletak pada bagaimana anak-anak dibesarkan di dalam unit keluarga. Ketika ada yang salah di dalam lingkungan keluarga, dan orang-tua tidak memberikan perhatian yang benar kepada anak-anak di dalam rumah tangga dan tidak memenuhi tanggung-jawab yang diperintahkan oleh Allah untuk memperlengkapi anak-anak mereka untuk hidup dengan benar dalam hidup ini, maka masa depan dari orang-orang itu akan menghadapi kesulitan yang sesungguhnya. Ayah Kristen adalah merupakan alat dalam tangan Tuhan dalam sisi keayahan ini. Karena keKristenan adalah satu-satunya agama yang benar, dan Allah di dalam Kristus adalah satu-satunya Allah yang sejati, satu-satunya cara pendidikan yang mendatangkan hasil adalah ajaran dan nasehat Tuhan. Seluruh proses pengajaran dan disiplin harus berdasarkan apa yang diperintahkan Tuhan, dan yang dilakukan Tuhan, sehingga otoritasNya dapat senantiasa dan langsung bersentuhan dengan pikiran, hati, hati nurani sang anak. Ayah manusiawi tidak boleh menempatkan dirinya sebagai otoritas tertinggi dalam hal kebenaran dan kewajiban. Hal ini hanya akan mengembangkan aspek “diri sendiri.” Hanya dengan menjadikan Allah, Allah di dalam Kristus, sebagai Guru dan Penguasa, yang karena otoritasNya segala sesuatu dapat dipercaya dan karena ketaatan kepada kehendakNya segala sesuatu akan terjadi, maka sasaran dari pendidikan dapat tercapai. Oleh karena itu, jadilah ayah yang bijaksana dan setia selalu mengajarkan kehendak Tuhan, sehingga anak-anak menjadi taat kepada Tuhan dan melakukannya dengan sadar, karena mereka tahu bahwa itu baik.

MENDIDIK DENGAN TANPA KEKERASAN

Matius 11:28-3: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang kupasang itu enak dan beban-Kupun enak”.
Kita semua tentu setuju bahwa anak-anak adalah karunia berharga dari Tuhan. Sebagai orang-tua kita diberi mandat untuk membentuk karakter anak bertumbuh menjadi manusia yang berguna bagi kemuliaan Tuhan. Mendidik anak tidak mengenal batas waktu, dimulai sejak anak kita lahir. Mendidik anak-anak dimulai dengan membentuk karakter dan moral mereka. Kita mengajari mereka disiplin dan membiasakan mereka ber-etiket, yang dimulai dari hal-hal yang sederhana : Mengucapkan terima kasih, meminta maaf dan membiasakan mereka menyapa orang dengan kata-kata salam dan tersenyum manis. 
Khusus menerapkan suatu disiplin, sebagai orang tua ketika mendidik anak-anaknya perlu sikap ketegasan, tetapi ketegasan ini tidak selalu bersifat kekerasan. Banyak orang menganggap bahwa cara untuk mendisiplin seorang anak adalah dengan menggunakan rotan atau dengan kata-kata yang keras. Tetapi kata-kata keras sering mempunyai konotasi kasar. Mungkin hal itu bisa berhasil, tapi cara disiplin seperti itu bisa menimbulkan luka batin di hati anak-anak kita. Akibatnya bukan rasa disiplin yang tumbuh dalam diri mereka tetapi hanya rasa takut (takut dipukul, takup diomeli, dsb), hal demikian mungkin bisa menimbulkan jiwa pembrontakan atau gangguan emosi lainnya yang ditumpahkan ketika mereka merasa cukup kuat untuk memberontak. Rasul Paulus mengajarkan bahwa para orang tua perlu sekali untuk menjaga hati anak-anaknya nya demikian : "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan"(Efesus 6:4). 

Tetapi bagaimana dengan tinjauan ayat lain di Alkitab? bukankah ada tertulis "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24). Memang seolah-olah ayat tersebut memberikan "licence memukul" untuk mendidik anak. Tetapi dengan referensi Alkitab pula kita diberitahu bahwa tongkat tidak selalu berarti tongkat. Bahwa tongkat ini bukan hanya berbicara tentang sepotong kayu saja. Contohnya : Tongkat Musa adalah tongkat gembala; kemanapun Musa berjalan selalu ada tongkat di tangan, apalagi mengingat Musa adalah seorang gembala domba. Sebagai pemimpin bangsa Israel Musa berjalan dengan tongkat sebagai lambang hadirnya kuasa Allah. Dan seringkali kita melihat dalam dunia militer, seorang komandan berjalan dengan tongkat sebagai tanda adanya suatu kuasa di pundaknya. Maka, ada tongkat kuasa, adapula komando. Jadi tongkat dalam ayat tersebut juga berbicara tentang kuasa. Bukan kuasa Musa, bukan kuasa dari tongkat itu saja, tetapi tongkat ini adalah lambang dari kekuasaan Allah. Kuasa Allah itulah yang dipakai oleh Musa. Angkatlah tongkatmu, maka tongkat berbicara tentang kuasa Allah. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa Amsal tersebut juga berbicara tentang pimpinan Kuasa Allah untuk kita dalam mendidik anak-anak kita . Yesus berkata dalam Kisah 1:8:"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu...". Maka jelaslah bagi kita dalam mendidik-pun anak-anak kita perlu pimpinan Roh Kudus sebagai kekuatan, ini adalah kuasa yang Tuhan berikan kepada kita. 

RUMAH SEBAGAI AJANG PELATIHAN MENDIDIK

Para orang-tua sebaiknya menempatkan rumah sebagai ajang pelatihan dengan mengikuti materi dan prinsip-prinsip Alkitab sebagai berikut : 
Amsal 29:17 "Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu" 
Amsal 22:6 "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." 
Mendidik anak-anak pada masa kanak-kanak tentu saja berbeda dengan mendidik mereka ketika beranjak dewasa. Saya ingat sekali ibu saya pernah mengeluh, "lebih mudah berbicara denganmu ketika kamu masih 8 tahun". Ketika memasuki usia remaja, saya bukanlah orang yang gampang nurut nasehat dan anjuran orang-tua. Saya yakin hal inipun dialami oleh banyak orang-tua. Meski demikian, saya bersyukur sudah dibekali orang-tua dengan pengajaran Kristus sejak kecil. Hal itu telah menjadi dasar karakter, kepercayaan dan tanggung-jawab ketika memasuki usia remaja dan dewasa yang mulai ingin coba-coba "against the rule". 
Saya percaya banyak orang tua mengalami kesulitan-kesulitan memberikan nasehat saat anak memasuki masa-masa puber menuju ke kedewasaan. Begitu banyak anak-anak remaja yang tiba-tiba membenci orang tuanya tanpa alasan yang jelas. Gejolak hormonal mereka mempengaruhi perilaku mereka. Kadang banyak orang-tua yang tidak sabar menghadapi hal ini. Dan kemudian balik memarahi, dan kemarahan orang-tuanya itu justru menjadi menjadi semacam pemicu pemberontakan mereka. Maka tidak jarang terjadi "dead lock" hubungan antara anak dengan orang tua ataupun gurunya. Tetapi Tuhan memberikan otoritas kepada orang-tua untuk tetap mendidik anak-anaknya ketika memasuki masa-mudanya. Orang-tua tetap bertanggung jawab untuk mendisiplin anak-anaknya (Efesus 6:4, Amsal 22:6).
Pemeliharaan atau Pelatihan seperti apa menyediakan ramuan yang, ketika dibawa bersama-sama bertindak seperti suatu kandang untuk menahan, mengendalikan, dan melatih anak-anak sehingga mereka dengan penuh kegembiraan mematuhi? Alkitab janjikan dan mengajar kalau anak-anak itu bisa merupakan suatu berkat. Orang tua tidak perlu menunggu didalam kekhawatiran dan takut untuk mengantisipasi ‘tahun-tahun remaja yang mengerikan.’ Tetapi mereka juga tidak bisa menunggu sampai tahun remaja itu untuk menerapkan prinsip kandang pelatihan. Lalu apa ramuan Alkitab untuk membuat kandang pelatihan Tuhan? Meskipun masing-masing akan dibahas dalam materi berikut, kandang pelatihan Tuhan berisi lima sisi penting: mencintai (konteks yang terpenting),instruksi (isi yang penting), dedikasi (tentang orangtua dan anak), disiplin (dalam kata-kata dan tindakan), dan contoh (kenyataan berkenaan dengan orangtua).
Mari mencatat beberapa ayat kunci:
( 1) Pepatah 29:17 Koreksi putra mu, dan ia akan memberimu penghiburan, Ia akan juga menggembirakan jiwa mu.
“ Benar” adalah kata Ibrani yasar, yang berarti “ untuk memperingatkan, disiplin, instruksikan.” Itu adalah koreksi dalam wujud nasihat, disiplin, atau instruksi yang mengakibatkan pendidikan, pemahaman yang benar. Seperti yang digunakan dalam PL, kata ini menyatakan menghukum untuk kebaikan, mengoreksi, instruksikan, dan menyediakan semua yang penting bagi pelatihan anak-anak. Hanyalah semua gagasan ini diharapkan untuk diungkapan dalam hubungan antar pribadi dengan cinta dan kepedulian. Kata ini digunakan untuk menunjukan kepedulian penuh kasih Tuhan dengan Israel dan tentang seorang bapak dengan putranya ( cf. Deut. 8:1-5).6 Janji yang umum diberi Tuhan dalam mengoreksi seorang anak adalah kenyamanan, ketenangan, dan sukacita. Untuk “ koreksi” adalah untuk menerapkan kandang pelatihan itu.
( 2) Pepatah 19:18 Diplin putramu selagi ada harapan, Dan tidak menginginkan kematiannya.
Suatu terjemahan lebih baik adalah “ sebab ada harapan” atau “ harapan yang pasti.” Bandingkan Kis 11:18 dan 14:7 di mana kita mempunyai konstruksi yang sungguh sama, tetapi itu diterjemahkan, “ sebab ada harapan.”
“ Ada” didalam Ibrani mengacu pada gagasan keberadaan absolut. Tuhan sedang mengatakan pada kita kalau ini adalah suatu kemutlakan perkataan Tuhan untuk dipercaya dan diterapkan. Ini adalah suatu janji, tidak hanya peringatan.
“ Dan tidak menginginkan kematian nya” secara harafiah “ tetapi bagi kematian nya tidak menyenangkan jiwa mu.” Dengan anak kalimat/ketentuan kedua ini , kita mempunyai suatu permasalahan dalam penafsiran. Ada dua pandangan yang mungkin: ( a) Itu menyediakan suatu peringatan spy hati2 thd disiplin yang tidak pantas, seperti disiplin yang keluar dari pembalasan dendam, ketidaksabaran, atau kemarahan tak terkendalikan. Dalam hal ini kita akan menterjemahkannya, “ tetapi jangan terbawa ( yaitu., didalam disiplinmu) kematiannya.” Atau, ( b) anak kalimat/ketentuan yang kedua menyediakan suatu peringatan spy hati2 thd konsekwensi kemurahan hati. Derek Kidner, didalam komentarnya tentang Amsal, memberi Judul ayat ini “ kemurahan yang mematikan.”7melalui terjemahan mereka, ASV, KJV, NIV, NASB, dan versi lainnya nampaknya memahami anak kalimat/ketentuan dengan cara ini, meskipun NASB bisa dimengerti dengan penafsiran yang pertama. “ Untuk mengangkat jiwa itu” adalah suatu idiom Ibrani yang berarti, “ kehendak atau menginginkan sesuatu, untuk mendapatkan jantung seseorang atau menginginkan sesuatu.” ( Niv “ jangan jadi bagian dalam kematiannya.” NASB “ jangan menginginkan kematian nya”.)
Anak kalimat/ketentuan yang kedua menyediakan suatu kontras dengan sebelumnya. Untuk melalaikan disiplin oleh karena suatu ketidakyakinan dalam metoda Tuhan, atau oleh karena tangisan anak, atau oleh karena kemalasan orantua, atau perasaan halus, atau apapun, pada pokoknya untuk menginginkan kematian anak. Kemurahan hati mengijinkan sikap dan pola perilaku untuk tumbuh yang bisa menyebabkan suatu kematian anak oleh karena tidak ada disiplin dan kendali rohani. Jauh lebih baik tangis anak di bawah koreksi sehat dan penuh kasih dibanding orang tua menangis/berteriak di bawah buah pahit kegagalan disiplin ( cf. Prov. 23:13-14).
( 3) Ephesians 6:4 Dan, para bapak, jangan menimbulkan kemarahan anak-anakmu; tetapi didik mereka didalam disiplin dan instruksi Tuhan.
“ Disiplin” menunjuk secara luas kepada seluruh proses pelatihan, tetapi terutama sekali dalam bentuk disiplin. “ Instruksi” adalah suatu kata yang secara harafiah berarti untuk menaruh perasaan/pengertian didalam pikiran. Itu mengacu pada dorongan dan menenangkan jika itu diperlukan atau nasihat jika itu diperlukan.
( 4) Pepatah 22:6 Didiklah seorang anak didalam jalan/cara yang ia perlu pergi, Bahkan ketika ia tua ia tidak akan meninggalkan jalan itu.
Didalam ayat kecil ini ada suatu perintah untuk ditaati, “ mendidik,” dan suatu janji untuk menjalankannya, “ dan ketika ia tua (dewasa) ia tidak akan meninggalkan itu.” Didalam hal ini kita mempunyai tugaskan dan Janji Tuhan bagi tiap-tiap orangtua. Orang tua harus mengetahui maknanya dan percaya pada metoda nya . Masalahnya, tentu saja, adalah mengetahui apa maksud ayat itu dan memenuhi perintahnya. Bagi saya makna ayat ini jauh lebih dari apa langsung terlihat dan apapun yang sering pikirkan. Ayat ini tidaklah semata-mata membicarakan penyesuaian berkenaan dengan paksaan orangtua. Itu tidaklah berkata, mengirimkan anak-anakmu ke sekolah Minggu atau menyuruh mereka menghafal Sepuluh Perintah dan Segalanya akan berhasil. Ayat ini lebih dalam dari itu.
Kata “ melatih” adalah kata Ibrani chanak yang, menurut pemakaiannya dalam zaman lampau, mempunyai empat gagasan penting yang mengandung pelajaran pemahaman dan gambaran kandang pelatihan Tuhan. Jelas, konteksnya harus menentukan bagaimana chanak digunakan dalam konteks apapun, tetapi berbagai penggunaan menyediakan beberapa usul dan ilustrasi dari apa yang dilibatkan dalam pelatihan.
Pertama, chanak bisa berarti “ untuk mempunyai dedikasi.” Itu telah digunakan empat lain dalam PL dan pada setiap kasus yang gagasan utamanya adalah untuk melantik/memulai sesuatu yang melibatkan pengorbanan ( Deut. 20:5 [ dua kali], 1 Raj 8:63; dan 2 Chron. 7:5). Akan lebih banyak dibahas dalam dedikasi orangtua untuk membesarkan anak dalam pemeliharaan dan peringatan Tuhan.
Kedua, gagasan lain didalam chanak adalah “ untuk mencekik, membatasi, atau disiplin.” Dalam kata Arab, seorang bahasa saudara, kata ini digunakan untuk suatu tali dalam mulut kuda, seperti kekang untuk membuat binatang itu tunduk dan bisa dikendalikan. Ini jelas menggambarkan bagaimana pelatihan meliputi penggunaan disiplin, aplikasi dari kendali eksternal, dalam rangka membawa seorang anak di bawah kendali, yang akhirnya dibawah kendali Tuhan.
Ketiga, gagasan lain dalam chanak adalah “ instruksi.” Bagaimana itu mendapat arti ini? Dalam maksud/arti yang paling pokoknya bermaksud/arti “ untuk memulai, start,” atau “ memperkenalkan seseorang kepada sesuatu atau keseseorang.” Dari situ datang gagasan “ untuk melatih” sebab dalam instruksi, kita sedang memperkenalkan anak-anak kita kepada Tuhan dan kepada FirmanNya dan mulai meletakan mereka didalam jalan Tuhan.
Keempat, gagasan yang lain didalam chanak adalah untuk “ memulai, menciptakan suatu selera.” Sumber ini dari luar PL, hanya sedikitnya melalui ilustrasi itu mempunyai aplikasi kepada proses pelatihan.4 Kata itu benar-benar bermaksud/arti, “ langit-langit mulut, atap mulut.” yang dihubungkan dengan gagasan dasar inisiasi yang merupakan penggunaan kemudiannya dalam kata Arab untuk tindakan suatu bidan yang akan menggosok langit-langit mulut bayi dengan zaitun atau minyak dari biji yang dihancurkan dalam rangka memberi suatu rasa, untuk menciptakan suatu selera dan menyebabkan bayi menyusui. Pasti, salah satu dari ramuan yang perlu dalam pelatihan anak-anak adalah memberi anak-anak suatu rasa keberadaan Tuhan melalui teladan atau contoh orangtua. Kita tidak bisa harapkan anak-anak untuk nyata dengan Tuhan jika kita adalah orang yang palsu. Mereka meniru berdasar pada sikap dan pola kita apakah kita suka atau tidak. Siapa kita adalah hal penting, bahkan menentukan mereka akan menjadi seperti apa. Memerlukan cara atau metode dalam mendidik anak-anak, tetapi cara atau metode apakah yang terbaik? 

METODE TUHAN YESUS DALAM MENDIDIK

Bagaimana seharusnya kita sebagai orangtua maupun guru secara umum menanamkan disiplin dalam diri anak-anak. Kapan kita dapat menggunakan "tongkat" yang berfungsi sebagai "command" dengan ketegasan kapan kita harus menggunakan kata-kata yang lemah lembut. Bagaimana mendidik dan mendisiplinkan anak dengan cara Alkitab? Dalam Matius 11:28-30 Tuhan Yesus memberi pengajaran yang luar biasa, sebuah pengajaran yang sangat sejuk, tanpa paksaan dan kekerasan : "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan." 
Cara Yesus mengajar ini sangat sederhana; pertama : datang kepadaKu, kedua : Aku memasang kuk (beban), yang ketiga : belajarlah kepadaKu. Metode ini dapat pula menjadi cara kita dalam mendidik anak-anak. Pertama : sebagai orang-tua/ guru kita harus menjadi pribadi yang akrap kepada anak-anak, sehingga anak-anak tidak canggung, tidak sungkan, tidak takut untuk datang kepada orangtuanya sebagai sandaran yang memberikan mereka keamanan dan kelegaan. Yang kedua : Orang tua harus menanamkan tanggung-jawab kepada anak sejak awal akan tugas-tugas (beban/kuk) mereka sebagai umat Allah, bahwa beban yang mereka pikul bukanlah beban yang memberatkan, tetapi suatu tugas yang mulia. Dan yang ketiga : Belajarlah kepadaku, yang berarti orang tua harus menjadi panutan bagi anak-anak. Bahwa orangtua harus menjadi pribadi yang patut dicontoh seperti Tuhan Yesus yang lemah-lembut dan rendah-hati. Ketika orang-tua berhasil menjadi tokoh panutan bagi anak-anaknya, hal ini akan memudahkan orang-tua itu mengarahkan anak-anaknya menjadi pribadi yang diharapkannya. 
Ghandi adalah seorang tokoh besar dalam sejarah, dengan terang-terangan mengaku bahwa perjuangan yang dia lakukan ter-inspirasi oleh pengajaran cinta-kasih sebagai sari pengajaran Yesus dalam Khotbah diatas Bukit. Maka Gandhi melakukan perjuangannya yang kita kenal gerakan ahimsa dan swadesi, sebuah gerakan anti kekerasan yang terilhami oleh tokoh yang dia kagumi yaitu Yesus Kristus. Meski Gandhi menolak disebut "beragama Kristen" tetapi dia tidak menolak disebut sebagai "seorang Kristen" karena dia adalah seorang penganut ajaran Yesus Kristus. Metode Yesus telah dicontoh oleh Gandhi, kemudian Gandhi menjadi guru dan teladan bagi rakyat India untuk berjuang dalam kemerdekaan India dengan tanpa kekerasan, kesuksesannya sudah terbukti. Maka, kitapun bisa memandang hal tersebut sebagai sebuah inspirasi yang memotivasi kita menjadi teladan yang patut dicontoh anak-anak kita. Bahwa kita selalu memegang sebuah amanat, masa depan anak-anak kita tergantung dari bekal pendidikan dan pembentukan karakter yang kita bina sejak awal. Selamat mengajar dan menjadi teladan. 

BEBERAPA PRINSIP CARA MEMBIMBING ANAK DALAM TUHAN

Tujuan dari setiap orang tua Kristen bukanlah untuk membesarkan anak yang baik, menghasilkan pelajar yang hebat secara akademis, atlet yang hebat, atau lainnya. Tujuan utamanya adalah memperlengkapi anak-anak kita, orang-orang kudus yang kecil ini "bagi pekerjaan pelayanan" (Efesus 4:12, Maret 10:45), atau dengan kata lain mendidik mereka agar tetap berada dalam jalur yang benar, sehingga dapat dipakai oleh Allah. Jika pada akhirnya mereka tidak dapat dipakai oleh Kristus, mereka tidak mengatasi hidup ini secara rohani dan dengan hikmat, maka sebagai orang tua, kita telah gagal.
Ajaklah anak-anak Anda membaca biografi dan autobiografi tokoh-tokoh Kristen di masa lampau. Sebagai seorang Kristen muda, dulu saya menenggelamkan diri dalam buku-buku seperti ini dan mereka sungguh menjadi berkat dalam hidup saya. Kami mendorong anak-anak kami untuk membaca buku-buku ini, dan itu membantu mereka untuk melihat bagaimana Allah bekerja dalam kehidupan orang-orang Kristen.
Berdoalah bagi anak-anak Anda dan biarkan mereka mendengarkan Anda berdoa. Ajarkan kepada anak-anak Anda, bagaimana berdoa.
Pastikan anak-anak Anda melihat Anda membaca Alkitab dan melakukan renungan pribadi. Anda juga bisa membacakan dan menjelaskan Alkitab kepada mereka. Hubungan pribadi, intim, dan nyata dengan Allah, akan menjadi pengaruh yang paling penting dalam membesarkan anak-anak bagi Tuhan. Hal penting lainnya adalah mengajarkan kepada anak-anak Anda, bagaimana caranya agar mereka bisa memiliki hubungan seperti itu, dan memastikan mereka memiliki hubungan yang intim, pribadi, dan bergairah dengan Tuhan.
Hal yang paling penting dalam membesarkan anak-anak yang rohani adalah orang tua dapat mempertahankan hati sang anak (Amsal 23:26). Anda harus berdoa setiap hari dan mengusahakannya setiap hari. Anda harus menyisihkan waktu untuk berkomunikasi dengan mereka. Anda harus bisa menarik keluar apa yang ada dalam hati mereka. Hati anak Anda dapat hilang, menjadi keras, atau dicuri. Hal ini menyebabkan pemberontakan dalam diri anak. Jika Anda kehilangan hati anak Anda, segeralah mendapatkan hatinya kembali.
Pastikan Anda mendahulukan Allah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam hal memberi. Jelaskan kepada anak Anda bahwa semua uang adalah milik Allah, bukan hanya 10 persen. Ajarkan kepada mereka untuk memberikan persembahan kepada Allah sejak usia dini, dan pastikan mereka juga melihat Anda memberi persembahan kepada Tuhan.
Pastikan anak-anak melihat Anda berserah kepada Roh Kudus dan doronglah mereka untuk berserah juga kepada Roh Kudus. Biarkan mereka melihat Anda mengambil keputusan-keputusan rohani yang baik dan semakin berserah kepada Allah.
Bagikanlah kesaksian hidup Anda dengan anak-anak Anda. Beri tahu mereka bagaimana Anda diselamatkan. Berdoalah dengan sungguh-sungguh untuk mereka agar diselamatkan, dan pastikan mereka mengerti Injil pada umur yang muda.
Pastikan anak-anak Anda melihat Anda membagikan traktat kepada orang lain atau usaha penginjilan lainnya, dan libatkan mereka dalam pelayanan Anda.
Pastikan anak-anak Anda pernah mendengarkan Anda menjelaskan Injil kepada orang yang belum selamat. Ajarkan anak-anak Anda untuk menjelaskan hal yang sama.
Pastikan anak-anak Anda mendengar Anda menyatakan saling mencintai kepada pasangan Anda.
Pastikan anak-anak Anda mendengarkan Anda mengucap syukur kepada Allah atas berkat-berkat-Nya dalam keluarga Anda.
Pastikan anak-anak Anda mendengar Anda memberitahu orang lain betapa pentingnya jemaat lokal bagi Anda. Pastikan mereka mengerti pentingnya berjemaat dengan setia (1 Korintus 4:2; Ibrani 10:25).
Beritahukan secara rutin kepada anak-anak Anda, bahwa Anda mengasihi mereka.
Jelaskan kebenaran-kebenaran Alkitab kepada anak-anak Anda, dan buatlah penerapan-penerapan praktis akan kebenaran tersebut dalam aktivitas sehari-hari.
Jelaskan kebenaran-kebenaran doktrinal Alkitab yang benar kepada anak-anak Anda. Sangat penting untuk menjelaskan bagaimana Roh Kudus bekerja dalam hidup Anda. Jelaskan apa artinya dipenuhi (dikuasai) oleh Roh Kudus.
Berjemaatlah di sebuah gereja yang memiliki pengajaran Alkitab yang baik. Pastikan penekanan gereja ini adalah dalam hal bertumbuh secara rohani, memenangkan jiwa-jiwa, dan bukan berorientasi kepada aktivitas. Jangan mencari gereja hanya karena aktivitas apa yang tersedia bagi anak-anak. Carilah gereja yang menekankan pengajaran kebenaran rohani, yang memiliki pelayanan firman Tuhan sebagai penekanan utama mereka, yang mendorong hidup kudus dan saleh dan yang tidak terlibat dalam musik yang fasik (musik yang menarik bagi daging bukan roh) seperti musik Kristen kontemporer, musik "Southern Gospel" [musik Gospel orang AS bagian selatan, Red.], atau gereja yang lebih menekankan musik dari pada firman Tuhan. Banyak gereja yang mengagungkan persekutuan remaja/pemuda dan musik mereka daripada Tuhan. (Ini adalah berhala). Carilah gereja yang menekankan musik himne.
Lindungilah anak-anak Anda dari pengaruh televisi dan musik yang duniawi, serta pergaulan yang duniawi. Pastikan anak-anak Anda tidak berfokus pada lawan jenis pada usia dini. Pastikan Anda menjadi pihak yang paling berpengaruh dalam hidup anak-anak Anda.
Pastikan Anda menjalani hidup yang kudus, terpisah dari keduniawian, kejahatan, dan kefasikan. Pastikan hidup Anda adalah kesaksian kekudusan, bukan hanya di gereja tetapi juga di rumah.
Didiklah anak-anak Anda dalam atmosfer yang alkitabiah, saleh, dan Kristiani. Jangan tertipu bahwa Anda bisa mendidik anak Anda dengan sistem dunia (yang adalah sistem Iblis) dan itu tidak akan berpengaruh pada mereka.
Berusaha menanamkan karakter Kristiani yang saleh dalam hidup anak-anak Anda dengan disiplin. Seorang anak harus belajar taat. Seorang anak harus belajar bahwa dia tidak perlu diberitahu berulang-ulang untuk taat. Disiplinkan anak Anda dengan benar. Adalah tanggung jawab Anda untuk mengajar anak Anda bagaimana berkonsentrasi.
Pastikan Anda tidak hidup setiap hari dalam amarah yang fasik atau dalam roh amarah (Efesus 4:31-32). Kebanyakan orang tua kehilangan hati anak-anak mereka karena menggunakan amarah yang fasik pada mereka. Alkitab mengatakan "Orang yang menabur kecurangan akan menuai bencana, dan tongkat amarahnya akan habis binasa." (Amsal 22:8) Amarah yang tidak benar berasal dari kesombongan (Amsal 21:24). Banyak orang Kristen yang menjalani hidup sehari-hari mereka, berpikir bahwa mereka bersekutu dengan Allah, padahal dalam kenyataannya mereka menjalani hidup dalam dosa amarah, di luar persekutuan dengan Allah (1 Yohanes 1:6-10). Amarah yang fasik sangatlah menipu dan banyak orang Kristen yang tertipu olehnya (Galatia 6:7-8). Dengan melakukan ini, kita membuka hidup kita kepada Iblis dan kehancuran darinya (1 Petrus 5:8). Kehancuran ini terjadi dalam hidup kita, dalam hidup keluarga kita, dan anak-anak kita. Esensi hidup Kristiani adalah dikuasai oleh Roh Allah (Efesus 5:18). Kita tidak dikuasai oleh Roh Allah jika kita menjalani hidup kita sehari-hari dalam amarah yang fasik. Iblis sangat menipu, dan amarah yang fasik dirancang oleh Iblis untuk menghancurkan keluarga Anda dan hidup Anda. Pastikan Anda mengerti bahwa "kasih itu murah hati" (1 Korintus 13:4).
Anda harus membangun karakter yang saleh dalam hidup anak-anak Anda. Karakter mereka adalah tujuan akhir mereka. Alkitab memberikan sedikitnya 49 jenis karakter yang berbeda. Iblis sangat tertarik dengan karakter mereka dan karakter Anda. Ia tidak peduli tentang engkau atau anak-anakmu. Ia memiliki tiga keinginan -- mencuri, membunuh, dan membinasakan (Yohanes 10:9-10). Sadarlah bahwa Anda melawan Iblis demi anak-anak Anda (1 Petrus 5:8). Pastikan ada diskusi tentang karakter di rumah tangga. Belajarlah untuk memuji karakter yang bagus dalam anak-anak Anda (Ini mungkin adalah poin yang terpenting) (Amsal 27:21). Secara umum, banyak orang tidak memuji anak-anaknya atau memuji hal-hal yang salah, seperti kecantikan atau prestasi yang membangkitkan kesombongan. Memuji karakter anak-anak Anda membangkitkan kemajuan bagi mereka tanpa menimbulkan kesombongan.
"Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah." (Mazmur 127:3)

DAFTAR PUSTAKA

Derek Kidner, Proverbs: An Introduction and Commentary, The Tyndale Old Testament Commentaries, Tyndale Press, London, 1964

Francis A. Schaeffer, How Should We Then Live? The Rise and Decline of Western Thought and Culture, Fleming H. Revell, Old Tappan, New Jersey, 1976.

Jack Fennema, Nurturing Children in the Lord, Presbyterian and Reformed Publishing, Phillipsburg, NJ, 1978.

Richard Whitaker, Editor, The Abridged Brown-Driver-Briggs Hebrew-English Lexicon of the Old Testament, Logos Research Systems, Oak Harbor, WA, 1997

Roy Lessin, How to be Parents of Happy and Obedient Children, Omega Publications, Medford, OR, 1978, quoting Charles R. Swindoll in, You and Your Child.

Sosipater, Karel., 2010. Etika Perjanjian Lama, Penerbit Suara Harapan Bangsa: Jakarta.
_____________., 2010. Etika Perjanjian Baru, Penerbit Suara Harapan Bangsa: Jakarta.

Susanto, Hasan., 2003.Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang. 

Tong. Stephen., 1991. Keluarga Bahagia. Cetakan kesebelas (2010), Penerbit Momentum : Jakarta. 

Theological Word Book of the Old Testament, R. Laird Harris, editor, Gleason L. Archer and Jr. Bruce K. Waltke, associate editors, Vol. I, Moody Press, Chicago, 1980



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STAK AGJ membuka pendaftaran Mahasiswa Baru tahun akademik 2022/2023

STAK AGJ membuka pendaftaran Mahasiswa Baru 2022/2023: Daftar Online: https://bit.ly/PPMB_STAKAGJ2022 Daftar Offline : Jl. Jl. Youmakhe - Pa...