Foundational Issues in Christian
Education, An Introduction in Evangelical
(Fondasi Pendidikan Kristen: Sebuah
Pengantar Dalam Perspektif Injili)[1]
Prof. Robert
W. Pazmino, Ed.D.[2]
By: Jeffrit Kalprianus Ismail
Inti Sari Buku
Inti Sari Buku
Selama beberapa dekade,
Foundational Issues in Christian Education telah menjadi kunci penting bagi
banyak pengajaran dalam program Pendidikan Kristen. Analisisnya yang bersifat
perspektif, digabungkan dengan alur penulisan yang jelas, telah membuat menjadi
sumber acuan yang tak tergantikan. Robert W. Pazmino, sebagai seorang ahli dalam
bidang Pendidikan Kristen, telah membimbing para pembaca melalui diskusi
fondasi dari interdisiplin dalam Pendidikan Kristen yang bersifat komprehensif,
mengajak semua pendidik Kristen untuk mengevaluasi kembali dasar dari
pengajaran mereka. Edisi yang diperbaharui ini, memasukkan interaksi dengan
pengembang professional selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir dan bagian
apendiks yang mengevaluasi dampak postmoderenisme sebagai sebuah filosofi
pendidikan. Sebagai tambahan, setiap bab memiliki bagian “poin-poin untuk
direnungkan” yang berguna untuk refleksi pribadi atau konteks kelas.
Membaca karya Pazmino, Robert
W., Fondasi Pendidikan Kristen: Sebuah Pengantar Dalam Perspektif Injili,
agaknya harus mempunyai pengetahuaan awal yang cukup tentang Pendidikan Agama
Kristen, dan aspek-aspek yang bertalian dengannya; Sejarah Gereja, dan aspek-aspek
yang terkandung dalam (cara) berteologi dan teologi (apa yang disebut) Injili,
termasuk apa kata Alkitab dalam terang pemahaman Kaum Injili. Hal tersebut
patut ada, dan dilakukan, karena pendekatan dan dasar pemikiran Robert W.
Pazmino adalah semuanya dalam Perspektif Injili. Pazmino secara tak langsung,
mengakui hal itu, menurutnya, "... buku ini dimaksudkan untuk menjadi buku
teks pengantar bagi mahasiswa tingkat lanjut dan mata kuliah di sekolah
teologi. Pendekatan yang digunakan dalam bukunya sangat bergantung pada sumber
kedua yang akan membantu para peserta didik mendapatkan pengalaman dan wawasan
yang lebih luas,..." (hal 10).
Karena secara khusus di
Indonesia, ada aneka perbedaaan yang belum mencapai titik temu tentang
pendidikan Kristen (istilah yang dominan dalam Fondasi); dan secara tersirat, pendidikan Kristen yang dimaksud
dalam Fondasi adalah pendidikan umum
(bukan melulu pada PAK) yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Kristen; di
dalamnya tidak mengkesampingkan apa kata Alkitab tentang pelajaran yang
diajarkan. Paling tidak, hal seperti itu, harus bisa dilakukan oleh
seorang pendidik Kristen. Dengan itu, jika ia adalah seorang guru biologi, maka
harus bisa mengungkap apa dasar Alkitab dari yang diajarkan; jika seorang guru
olah raga, maka harus mampu memberi dasar Alkitab dari bidangnya, dan
seterusnya.
Dalam sistem pendidikan
Nasional, PAK sebagai salah satu bagian dalam kurikulum, wajib diajarkan
pada hampir semua level pendidikan; isinya adalah pelajaran dan pengajaran
mengenai pokok-pokok penting iman Kristen (biasanya mengikuti buku teks PAK).
Sedangkan, umumnya, menurut Gereja-gereja di Indonesia, PAK adalah usaha yang
dilakukan secara terencana dan kontinyu dalam rangka mengembangkan kemampuan
pada siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati
kasih Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakannya dalam kehidupan
sehari-hari, terhadap sesama manusia dan lingkungan hidupnya.
Oleh sebab itu, ketika
seseorang, ingin mengetahui, memahami, mengerti dasar-dasar apakah yang menjadi
landasan ketika membangun, melakukan, serta mempraktekan proses
pendidikan Kristen, maka ia bisa menggunakan Fondasi sebagai buku sumber atau pun refrensi cukup lengkap.
Namun, perlu juga memperhatikan, dalam Fondasi, pada satu kalimat ataupun
alinea, ada sangat banyak pengulangan kata-kata, jika hilangkan tidak
mengurangi makna; namun jika tidak hati-hati, justru tak menemukan pesan serta
makna di dalamnya. Hal itu, mungkin terjadi pada saat proses edit ke
dalam bahasa Indonesia.
Melalui Fondasi pembaca menjadi tahu (atau sedikit mendapat informasi)
tentang sikon sosio-kultural-religius Hispanik di Amerika Utara karena ditulis
dari sudut pandang dua budaya tersebut dan sesuai dengan latar Pazmino yang
Kristen Injili oikumenis. Pazmino melakukan hal itu sebagai tanggapan terhadap
pandangan banyak orang menciptakan ketegangan yang tidak bisa diperdamaikan.
Pertama, Hispanik secara umum diasosiasikan dengan wilayah Amerika Tengah,
Amerika Selatan, dan daerah Karibia, tetapi bukan Amerika Utara. Kedua, orang
Kristen oikumenis dilihat sebagai bukan bagian dari orang-orang yang menamai
dirinya sebagai Injili. Akan tetapi, dari sudut pandang oikoumenis, Pazmino
melihat keadaan pendidikan Kristen dan tantangan harus di hadapinya.
Sebagaimana dikutip Pazmino,
menurut Alister McGrath, orang Kristen Injili berpotensi memberi kontribusi
kontinu dan berkelanjutan berkaitan dengan pertumbuhan ortodoksi dan menjawab
kebutuhan untuk mengajarkan iman yang hidup di dalam dunia postmodern. Oleh
sebab itu, orang Kristen terpanggil untuk tetap setia dalam teori dan praktik
pendidikan Kristen untuk memastikan proses pengalihan iman kepada generasi
selanjutnya.
Dalam rangka mendukung tugas
pengalihan iman itu, para pendidik Kristen dipanggil untuk mengevaluasi pikiran
dan praktik mereka yang berkaitan dengan isu mendasar mengenai pendidikan
Kristen. Isu-isu pendidikan Kristen yang mendasar mewakili
pertanyaan-pertanyaan selalu diajukan oleh mereka yang terlibat dalam pelayanan
mengajar di gereja. Isu-isu layak itu untuk dipikirkan kembali dengan cermat
oleh mereka yang mau merefleksikan pelayanannya di masa lalu, kini, dan akan
datan.
Dalam Fondasi, mengeksplorasi praktik disiplin untuk membentuk konsep
pendidikan Kristen secara menyeluruh dan terintegrasi, kemudian dari dalamnya
bisa diambil prinsip dan panduan untuk praktik PAK. Dengan demikian, para
pendidik Kristen yang memiliki orientasi teologi injili harus melakukan usaha
terpadu untuk memastikan cara pandang alkitabiah yang memberikan otoritas
esensial kepada teori dan praktik pendidikan Kristen; selain itu, juga harus
menggabungkan cara pandang dari berbagai disiplin ilmu lain. Perlu diperhatikan
bahwa penggabungan itu harus tunduk pada otoritas firman Allah; dan dengan
mengeksplorasi secara kritis berbagai fondasi yang sudah ada dan berpengaruh di
dalam pemikiran Kristen.
Para pendidik Kristen
disadarkan agar menyeimbangkan perhatian pada kontinuitas dan perubahan.
Kontinuitas pada usaha menekankan kebenaran Alkitab yang menjadi panduan iman
dan pelayanan pendidikan Kristen. Perubahan diperlukan dalam menekankan
kebutuhan untuk menerapkan kebenaran teologi dalam hubungannya dengan variabel
sejarah, budaya, sosial, dan personal. Usaha tersebut mengharuskan adanya upaya
mengevaluasi kembali sumber-sumber alkitabiah dan teologi (yang telah ada atau
diwariskan sebelumnya) dan berbagai tren yang mengkonfrontasi dunia dan
masyarakat luas.
Saat mengeksplorasi area-area
tersebut, penting untuk mengajukan pertanyaan signifikansi (dan juga upaya
untuk menjawabnya) yang kontinu yang ada dalam praktek pendidikan Kristen.
Sebelum membentuk seperangkat teori dan praktik pendidikan Kristen, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, memampukan para pendidik Kristen mengeksplorasi
kemungkinan baru serta mempertimbangkan "kantong kulit anggur yang
baru" untuk pendidikan Kristen. Melalui eksplorasi semacam itu,
orang-orang yang peduli pada pendidikan dalam berbagai seting akan mampu
mengidentifikasi prinsip-prinsip dan implikasi pendidikan yang bisa
dipraktikkan. Proses mengajukan pertanyaan-pertanyaan (yang bersifat dan
berhubungan dengan) PAK, berkaitan dengan dasar, prinsip, dan praktik
pendidikan, menggambarkan area-area ini dan hubungannya dalam sebuah sistem
diagram (lihat gambar 1). Pemikiran dan praktik pendidikan harus tunduk kepada
otoritas Alkitab sebagai Firman dari Allah untuk manusia dan segenap
ciptaan. Dalam kaitan itu, Alkitab adalah instrumen kritis, dijadikan alat ukur
agar mampu membedakan dan menilai peran para pendidik, peserta didik, serta
proses pendidikan. Dengan terlebih dahulu mengeksplorasi fondasi-fondasi
alkitabiah dan teologis, maka para pendidik Kristen menegaskan nilai universal
serta mampu untuk menyeberangi batas budaya, kemudian membimbing mereka (siapa
pun yang konsern pada PAK) dalam usaha dan pembentukan konsep pendidikan.
Pertimbangan yang diambil atau
dipakai para pendidik adalah dasar-dasar alkitabiah dan teologis sebagai sarana
mengidentifikasi asumsi-asumsi yang berbeda dan mempengaruhi orang-orang
Kristen dalam pikiran dan praktik pendidikannya. Pertimbangan fondasi filosofis
juga membantu para pendidik menentukan nilai-nilai universal dan kultural yang
dipakai untuk menjadi dan mencapai tujuan pendidikan dan sumber pengetahuan.
Nilai-nilai universal yang menyeberangi batas budaya itu adalah elemen
kontinuitas, yang tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan dan berbagai
kejadian yang mungkin terjadi, walaupun demikian nilai-nilai itu tidak bisa
terlepas dari peran interpretasi terhadap seting pendidikan.
Proses pendidikan melibatkan
investigasi variabel budaya melalui disiplin ilmu sejarah dan sosiologi atau
antropologi. Hal itu, membuat para pendidik Kristen memiliki kesadaran pada
posisinya dalam ruang dan waktu. Variabel budaya memberi kepada para pendidik
kesadaran pada konteks proses pendidikan berlangsung, walau dipengaruhi oleh
perbedaan-perbedaan waktu dan tempat.
Para pendidik Kristen, ketika
menciptakan konteks pendidikannya tak boleh melupakan variabel budaya dan
sub-budaya. Oleh karena itu, mereka berusaha keras menjadikan kebenaran
penyataan Allah yang transkultural dan bersifat universal menjadi nyata bagi
mereka yang terlibat dalam proses pendidikan. Dalam mengajar, para pendidik
berusaha mengenal, mengerti, dan mengasihi sehingga pengajarannya berbicara
langsung pada kebutuhan peserta didik. Hal ini, tidak berarti menanggalkan
peran pendidik sebagai seseorang memberi pertanyaan kritis dan perspektif yang
tidak diketahui peserta didik; kesadaran pada lokasi/posisi, konteks ruang,
waktu dan masyarakat ini penting bagi pembentukan praktik pendidikan yang
konsisten.
Di luar pertanyaan mengenai
nilai-nilai universal dan variabel budaya, para pendidik dikonfrontasi oleh
individu yang menjadi tanggung jawabnya. Pendidik Kristen perlu
mempertimbangkan fondasi psikologis agar mampu membedakan variabel kelompok dan
personal yang mempengaruhi pendidikan. Secara khusus, harus ikut
dipertimbangkan peserta didik, yang saat ini ada dan terlibat, secara sukarela
atau pun tidak. Dan juga, pendidik bertanggung jawab kepada orang tua, administrator,
dewan pendidik, rekan sekerja, gembala, dan sejumlah orang dan kelompok
lainnya, tergantung pada konteks pelayanannya.
Fondasi psikologis memberi
pengetahuan pada pendidik memahami cara dan proses perkembangan seseorang,
belajar, dan berinteraksi dengan orang lain. Juga, agar bagaimana pendidik
berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai kelompok orang dan struktur yang
berhubungan dengan latar pendidikan, apakah di rumah, sekolah, gereja atau
suatu komunitas. Dampak dari faktor sosiologi pada fondasi psikologi,
mengindikasikan adanya interaksi antar-berbagai dimensi yang berbeda dalam
proses pendidikan, dan juga adanya potensi keterbatasan dari cara pandang
pendidikan yang analitis, atau sangat sistemik. Diagram sistem dan proses pada
gambar 1, harus meliputi beberapa garis penghubung antara beberapa langkah
yang mencerminkan kompleksitas hubungan tersebut. Garis tambahan juga bisa
diimbuhkan untuk menekankan adanya umpan balik dari praktik pendidikan yang
aktual pada berbagai fondasi dan isu-isu di dalamnya.
Langkah berikutnya, pertanyaan
tentang isi pendidikan, dan hal-hal yang terstruktur dalam pendidikan
Kristen, agar mampu mengidentifikasikan ajaran Kristen yang akan diajarkan
kepada kelompok peserta didik. Warisan tersebut berasal dari berbagai sumber
fondasi yang sudah ada dan diidentifikasi sebelumnya, akan membentuk isi dan
bentuk kurikulum.
Perhatian utamanya adalah
pengaturan pengetahuan dan identifikasi nilai serta kemampuan yang akan
diteruskan kepada generasi selanjutnya. Pada situasi sekarang, termasuk
pemaparan pengetahuan ke peserta didik dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat yang terus berubah. Memasukkan unit kompetensi komputasi, adalah
salah satu contoh perhatian utama yang lahir karena pengaruh teknologi; contoh lainnya
adalah kebutuhan pada pengenalan Alkitab dan teologi di komunitas Kristen.
Akhirnya, para pendidik
Kristen harus menetapkan prinsip pendidikan yang telah disarikan dari berbagai
fondasi yang ada dan kemudian menerapkan prinsip-prinsip itu ke dalam praktik
pendidikan. Eksplorasi fondasi yang cermat menjadi sangat penting sebelum
seseorang dapat merumuskan prinsip dan panduan bagi praktik pendidikan. Yang
sering terjadi adalah pertanyaan mendasar diabaikan atau jawaban untuk pertanyaan
semacam itu diasumsikan sebagai cara untuk memfasilitasi tirani yang menekan
dalam latar gereja, rumah, sekolah, dan konteks pelayanan lainnya.
Seluruh proses pendidikan,
walaupun diistilahkan sebagai sistem, terpengaruh oleh berbagai kejadian yang
membuat pendidikan Kristen adalah gabungan dari berbagai aspek ilmu
pengetahuan. Para pendidik Kristen terpanggil secara kreatif mengkombinasikan
dan mengintegrasi cara pandang berbagai disiplin ilmu dalam pola pikir dan
praktik pendidikan.
Pola pikir dan praktik
pendidikan menggabungkan pengetahuan berbagai disiplin ilmu seperti seni murni
dan terapan, ekonomi, ilmu politik, ilmu hayat, ilmu fisika, teori sistem,
teori manajemen, teknik dan matematika; kenyataan itu, menurut Pazmoni,
mendukung pernyataan bahwa semua kebenaran adalah kebenaran Allah. Oleh sebab
itu, pendidik Kristen bisa turut serta menghubungkan kebenaran Allah dengan
cara yang kreatif di mana pun mereka berada di tengah-tengah dunia ciptaan
Tuhan.
[1] Sebuah karya monumental yang
diterbitkan oleh Baker Book House, Michigan tahun 1988. Edisi dalam bahasa
Indonesia telah diterbitkan oleh STT Bandung bekerjasama dengan BPK Gunung
Mulia, Jakarta tahun 2012.
[2] Robert W. Pazmino adalah
guru besar Pendidikan Kristen di Andover Newton Theological School. Meraih
gelar Ed.D. dari Columbia University.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar