Rabu, 08 Februari 2017

Inti Sari Buku: Pendidikan Agama Kristen, Berbagi Cerita & Visi Kita



Christian Religious Education, Pendidikan Agama Kristen, Berbagi Cerita & Visi Kita
Prof. Thomas H. Croome[1]
 By: Jeffrit Kalprianus Ismail
Inti Sari Buku
Apakah kita terpanggil untuk mengajar? Bagaimana faktor-faktor sosial – tekanan-tekanan sosial, kemiskinan, politik – mempengaruhi apa yang kita ajarkan, bagaimana kita mengajarkan, dan bagaimana orang mempelajarinya? Siapa saja naradidik kita? Apa yang mereka pelajari, dan kapan mereka siap mempelajarinya? Setelah kita memahami hal-hal dasar ini, bagaimana kita dapat memfasilitasi suatu pengalaman edukatif yang memiliki kuasa untuk membentuk dan mentransformasi umat dan masyarakat di dalam kehidupan beriman yang mau berbagi kehidupan?
Di dalam bukunya ini, Thomas Groome bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok ini sambil menyodorkan suatu sejarah, teori, dan praktek modern dari pendidikan agama, yang terintegrasi secara komprehensif, yang berguna bagi para naradidik generasi baru. Pendekatannya yang bersifat refleksi diri sendiri ini – yang ia sebut dengan istilah shared praxis,[2] berbagai praksis – akan menginspirasi guru-guru sekolah, para naradidik di kelas pendidikan agama, pendeta dan pastor, orangtua, dan pengajar agama di gereja-gereja lokal yang ingin memahami dirinya sendiri, misinya, dan hal-hal di sekitarnya demi memberi penjelasan, membentuk, dan mentransformasi kehidupan naradidik mereka.
Karena pendidikan agama Groome telah dilakukan dalam tradisi dan komunitas iman Kristen Katolik, maka ia memilih judul Christian Religious Education (Pendidikan Agama Kristen) untuk apa yang hendak ia refleksikan dalam karyanya ini.Ia berharap refleksi-refleksinya dapat menggema dalam hati para pendidik agama dari tradisi-tradisi yang lain, khususnya dari tradisi Yahudi.
Pertanyaan “Apa yang sedang kamu lakukan?” telah menjadi pertanyaan utama yang kemudian menimbulkan lima pertanyaan mendasar yang lain. Selama bertahun-tahun Groome melakukan praksis dan riset teoretis, ia telah berada pada posisi yang sedikit lebih baik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dengan membentuk enam pertanyaan, yang dicirikan oleh kata ganti Tanya mereka – apa, mengapa, di mana, bagaimana, kapan, dan siapa – telah membentuk enam bagian inti buku ini:
Bagian I          Hakikat Pendidikan Agama Kristen (Apa)
Bagian II         Tujuan Pendidikan Agama Kristen (Mengapa)
Bagian III       Konteks Pendidikan Agama Kristen (Di mana)
Bagian IV       Pendekatan Pendidikan Agama Kristen: Berbagi Praksis (Bagaimana)
Bagian V         Kesiapan bagi Pendidikan Agama Kristen dengan Berbagi Praksis (Kapan)
Bagian VI       Mitra-mitra dalam Pendidikan Agama Kristen (Siapa)
Buku ini ditujukan tidak hanya bagi pendidik agama saja, tetapi bagi kalangan professional dan nonprofessional yang tertarik untuk mengajukan dan mereflesikan pokok-pokok persoalan mendasar dalam bidang pendidikan agama. Para pembaca dituntut untuk berhenti sejenak, bergumul dengan ide-ide, dan membuat keputusan – para pembaca memiliki tugas yang berat. Mempertimbangkan tantangan dan kesulitan tugas kita, kita tidak dapat mengharapkan untuk melaksanakannya dengan mudah.
Perjalanan kearah iman yang dewasa menuntut perjuangan dan “pergumulan” tertentu. Untuk mencapai identitas religious kita wajib bergumul – seperti Yakub pada zaman dahulu – dengan diri kita, dengan masa lampau kita, dengan masa kini kita, dengan masa yang akan datang kita, dan bahkan dengan Allah kita (lih. Kej.32:22-32). Pergumulan kita berada di level pokok-pokok persoalan dan pertanyaan-pertanyaan mendasar yang diajukan oleh upaya itu sendiri. Cara-cara kita menjawab akan berbeda-beda dari satu tempat peziarahan kita ke tempat yang lain, tetapi pokok-pokok persoalannya tetaplah sama. Situasi ini akan terus berlangsung sampai datangnya pemerintahan Allah yang sempurna, demikian kesimpulan praksis Thomas H. Groome dalam buku ini – semoga bermanfaat!


[1] Thomas H. Groome adalah Profesor Teologi dan Pendidikan Agama di Boston College dan di situ ia juga merupakan seorang senior faculty di Institute of Religious Education and Pastoral Ministry.
[2] Istilah praxis (praksis) secara terperinci dibahas oleh Groome dalam Bab Delapan Buku ini. Secara ringkas praksis dapat dipahami sebagai “tindakan reflektif”, yakni praktik yang diinformasikan oleh refleksi teoretis atau sebaliknya, refleksi teoretis yang diinformasikan oleh praktik. Groome lebih suka memakai istilah praxis di sini daripada kata yang lebih lazim practice (praktik) karena istilah yang disebut belakangan sangat sering memiliki konotasi keahlian atau teknik, atau sesuatu yang dilakukan sebagai aplikasi teori dan dengan demikian, pada kenyataannya, didikotomikan dari teori. Istilah praxix berusaha mempertahankan teori dan praktik bersama-sama sebagai dua saat yang saling memperkaya dari kegiatan manusia yang sama yang dilakukan dengan sengaja.

Inti Sari Buku: Fondasi Pendidikan Kristen: Sebuah Pengantar Dalam Perspektif Injili



Foundational Issues in Christian Education, An Introduction in Evangelical 
(Fondasi Pendidikan Kristen: Sebuah Pengantar Dalam Perspektif Injili)[1]
Prof. Robert W. Pazmino, Ed.D.[2]
By: Jeffrit Kalprianus Ismail
Inti Sari Buku
Selama beberapa dekade, Foundational Issues in Christian Education telah menjadi kunci penting bagi banyak pengajaran dalam program Pendidikan Kristen. Analisisnya yang bersifat perspektif, digabungkan dengan alur penulisan yang jelas, telah membuat menjadi sumber acuan yang tak tergantikan. Robert W. Pazmino, sebagai seorang ahli dalam bidang Pendidikan Kristen, telah membimbing para pembaca melalui diskusi fondasi dari interdisiplin dalam Pendidikan Kristen yang bersifat komprehensif, mengajak semua pendidik Kristen untuk mengevaluasi kembali dasar dari pengajaran mereka. Edisi yang diperbaharui ini, memasukkan interaksi dengan pengembang professional selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir dan bagian apendiks yang mengevaluasi dampak postmoderenisme sebagai sebuah filosofi pendidikan. Sebagai tambahan, setiap bab memiliki bagian “poin-poin untuk direnungkan” yang berguna untuk refleksi pribadi atau konteks kelas.
Membaca karya Pazmino, Robert W.,  Fondasi Pendidikan Kristen: Sebuah Pengantar Dalam Perspektif Injili, agaknya harus mempunyai pengetahuaan awal yang cukup tentang Pendidikan Agama Kristen, dan aspek-aspek yang bertalian dengannya; Sejarah Gereja, dan aspek-aspek yang terkandung dalam (cara) berteologi dan teologi (apa yang disebut) Injili, termasuk apa kata Alkitab dalam terang pemahaman Kaum Injili. Hal tersebut patut ada, dan dilakukan, karena pendekatan dan dasar pemikiran Robert W. Pazmino adalah semuanya dalam Perspektif Injili. Pazmino secara tak langsung, mengakui hal itu, menurutnya, "... buku ini dimaksudkan untuk menjadi buku teks pengantar bagi mahasiswa tingkat lanjut dan mata kuliah di sekolah teologi. Pendekatan yang digunakan dalam bukunya sangat bergantung pada sumber kedua yang akan membantu para peserta didik mendapatkan pengalaman dan wawasan yang lebih luas,..." (hal 10).
Karena secara khusus di Indonesia, ada aneka perbedaaan yang belum mencapai titik temu tentang pendidikan Kristen (istilah yang dominan dalam Fondasi); dan secara tersirat, pendidikan Kristen yang dimaksud dalam Fondasi adalah pendidikan umum (bukan melulu pada PAK) yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Kristen; di dalamnya tidak mengkesampingkan apa kata Alkitab tentang pelajaran yang diajarkan.  Paling tidak, hal seperti itu, harus bisa dilakukan oleh seorang pendidik Kristen. Dengan itu, jika ia adalah seorang guru biologi, maka harus bisa mengungkap apa dasar Alkitab dari yang diajarkan; jika seorang guru olah raga, maka harus mampu memberi dasar Alkitab dari bidangnya, dan seterusnya.  
Dalam sistem pendidikan Nasional, PAK sebagai salah satu  bagian dalam kurikulum, wajib diajarkan pada hampir semua level pendidikan; isinya adalah pelajaran dan pengajaran mengenai pokok-pokok penting iman Kristen (biasanya mengikuti buku teks PAK). Sedangkan, umumnya, menurut Gereja-gereja di Indonesia, PAK adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan kontinyu dalam rangka mengembangkan kemampuan pada siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakannya dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama manusia dan lingkungan hidupnya.
Oleh sebab itu, ketika seseorang, ingin mengetahui, memahami, mengerti dasar-dasar apakah yang menjadi landasan ketika membangun, melakukan,  serta mempraktekan proses pendidikan Kristen, maka ia bisa menggunakan Fondasi sebagai buku sumber  atau pun refrensi cukup lengkap. Namun, perlu juga memperhatikan, dalam Fondasi, pada satu kalimat ataupun alinea, ada sangat banyak pengulangan kata-kata, jika hilangkan tidak mengurangi makna; namun jika tidak hati-hati, justru tak menemukan pesan serta makna di dalamnya.  Hal itu, mungkin terjadi pada saat proses edit ke dalam bahasa Indonesia.
Melalui Fondasi pembaca menjadi tahu (atau sedikit mendapat informasi) tentang sikon sosio-kultural-religius Hispanik di Amerika Utara karena ditulis dari sudut pandang dua budaya tersebut dan sesuai dengan latar Pazmino yang Kristen Injili oikumenis. Pazmino melakukan hal itu sebagai tanggapan terhadap pandangan banyak orang men­ciptakan ketegangan yang tidak bisa diperdamaikan. Pertama, Hispanik secara umum diasosiasikan dengan wilayah Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan daerah Karibia, tetapi bukan Amerika Utara. Kedua, orang Kristen oikumenis dilihat sebagai bukan bagian dari orang-­orang yang menamai dirinya sebagai Injili. Akan tetapi, dari sudut pandang oikoumenis, Pazmino melihat keadaan pendidikan Kristen dan tantangan harus di hadapinya.
Sebagaimana dikutip Pazmino, menurut Alister McGrath, orang Kristen Injili berpotensi memberi kontribusi kontinu dan berkelanjutan berkaitan dengan pertumbuhan ortodoksi dan menjawab kebutuhan untuk meng­ajarkan iman yang hidup di dalam dunia postmodern. Oleh sebab itu, orang Kristen terpanggil untuk tetap setia dalam teori dan praktik pendidikan Kristen untuk memastikan proses pengalihan iman kepada generasi selanjutnya.
Dalam rangka mendukung tugas pengalihan iman itu, para pendidik Kristen dipanggil untuk mengevaluasi pikiran dan praktik mereka yang berkaitan dengan isu mendasar mengenai pendidikan Kristen. Isu-isu pendidikan Kristen yang mendasar mewakili pertanyaan-pertanyaan selalu diajukan oleh mereka yang terlibat dalam pelayanan mengajar di gereja. Isu-isu layak itu untuk dipikirkan kembali dengan cermat oleh mereka yang mau merefleksikan pelayanannya di masa lalu, kini, dan akan datan.
Dalam Fondasi, mengeksplorasi praktik disiplin untuk membentuk konsep pendidikan Kristen secara menye­luruh dan terintegrasi, kemudian dari dalamnya bisa diambil prinsip dan panduan untuk praktik PAK.  Dengan demikian, para pendidik Kristen yang memiliki orientasi teologi injili harus melakukan usaha terpadu untuk memastikan cara pandang alkitabiah yang memberikan  otoritas esensial kepada teori dan praktik pendidikan Kristen; selain itu, juga harus menggabungkan cara pandang dari berbagai disiplin ilmu lain. Perlu diperhatikan bahwa penggabungan itu harus tun­duk pada otoritas firman Allah; dan dengan mengeksplorasi secara kritis berbagai fondasi yang sudah ada dan berpengaruh di dalam pemikiran Kristen.  
Para pendidik Kristen disadarkan agar menyeim­bangkan perhatian pada kontinuitas dan perubahan. Kontinuitas pada usaha menekankan kebenaran Alkitab yang menjadi panduan iman dan pelayanan pendidikan Kristen. Perubahan diperlukan dalam menekankan kebutuhan untuk menerapkan kebenaran teologi dalam hubungannya dengan variabel sejarah, budaya, sosial, dan personal. Usaha tersebut mengharuskan adanya upaya mengevaluasi kembali sumber-sumber alkitabiah dan teologi (yang telah ada atau diwariskan sebelumnya) dan berbagai tren yang meng­konfrontasi dunia dan masyarakat luas.
Saat mengeksplorasi area-area tersebut, penting untuk mengajukan pertanyaan signifikansi (dan juga upaya untuk menjawabnya) yang kontinu yang ada dalam praktek pendidikan Kristen. Sebelum membentuk seperangkat teori dan praktik pendidikan Kristen, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memampukan para pendidik Kristen mengeksplorasi kemungkinan baru serta mempertimbangkan "kantong kulit anggur yang baru" untuk pendidikan Kristen. Melalui eksplorasi semacam itu, orang-orang yang peduli pada pendidikan dalam berbagai seting akan mampu mengidentifikasi prinsip-prinsip dan implikasi pendidikan yang bisa dipraktikkan. Proses mengajukan pertanyaan-pertanyaan (yang bersifat dan berhubungan dengan) PAK, berkaitan dengan dasar, prinsip, dan praktik pendidikan, menggam­barkan area-area ini dan hubungannya dalam sebuah sistem diagram (lihat gambar 1). Pemikiran dan praktik pendidikan harus tunduk kepada otoritas Alkitab  sebagai Firman dari Allah untuk manusia dan segenap ciptaan. Dalam kaitan itu, Alkitab adalah instrumen kritis, dijadikan alat ukur agar mampu membedakan dan menilai peran para pendidik, peserta didik, serta proses pendidikan. Dengan terlebih dahulu mengeksplorasi fondasi-fondasi alkitabiah dan teologis, maka para pendidik Kristen menegaskan nilai universal serta mampu untuk menyeberangi batas budaya, kemudian membimbing mereka (siapa pun yang konsern pada PAK) dalam usaha dan pembentukan konsep pendidikan.
Pertimbangan yang diambil atau dipakai para pendidik adalah dasar-dasar alkitabiah dan teologis sebagai sarana mengidentifikasi asumsi-asumsi yang berbeda dan mempengaruhi orang-orang Kristen dalam pikiran dan praktik pendidikannya. Pertimbangan fondasi filosofis juga membantu para pendidik menentukan nilai-nilai universal dan kultural yang dipakai untuk menjadi dan mencapai tujuan pendidikan dan sumber pengetahuan. Nilai-nilai universal yang menyeberangi batas budaya itu adalah elemen kontinuitas, yang tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan dan berbagai kejadian yang mungkin terjadi, walaupun demikian nilai-nilai itu tidak bisa terlepas dari peran interpretasi terhadap seting pendidikan.
Proses pendidikan melibatkan investigasi variabel budaya melalui disiplin ilmu sejarah dan sosiologi atau antropologi. Hal itu, membuat para pendidik Kristen memiliki kesadaran pada posisinya dalam ruang dan waktu. Variabel budaya memberi kepada para pen­didik kesadaran pada konteks proses pendidikan berlangsung, walau dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan waktu dan tempat.
Para pendidik Kristen, ketika menciptakan konteks pendidikannya tak boleh melupakan variabel budaya dan sub-budaya. Oleh karena itu, mereka berusaha keras menjadikan kebenaran penyataan Allah yang transkultural dan bersifat universal menjadi nyata bagi mereka yang terlibat dalam proses pendidikan. Dalam mengajar, para pendidik berusaha mengenal, mengerti, dan mengasihi sehingga pengajarannya berbicara langsung pada kebutuhan peserta didik. Hal ini, tidak berarti menanggalkan peran pendidik sebagai seseorang memberi pertanyaan kritis dan perspektif yang tidak diketahui peserta didik; kesadaran pada lokasi/posisi, konteks ruang, waktu dan masyarakat ini penting bagi pembentukan praktik pendidikan yang konsisten.
Di luar pertanyaan mengenai nilai-nilai universal dan variabel budaya, para pendidik dikonfrontasi oleh individu yang menjadi tanggung jawabnya. Pendidik Kristen perlu mempertimbangkan fondasi psikologis agar mampu membedakan variabel kelompok dan personal yang mem­pengaruhi pendidikan. Secara khusus, harus ikut dipertimbangkan peserta didik, yang saat ini ada dan terlibat, secara sukarela atau pun tidak. Dan juga, pendidik bertanggung jawab kepada orang tua, administrator, dewan pendidik, rekan sekerja, gembala, dan sejumlah orang dan kelom­pok lainnya, tergantung pada konteks pelayanannya.
Fondasi psikologis memberi pengetahuan pada pendidik memahami cara dan proses perkembangan seseorang, belajar, dan berinteraksi dengan orang lain. Juga, agar bagaimana pendidik berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai kelompok orang dan struktur yang berhubungan dengan latar pendidikan, apakah di rumah, sekolah, gereja atau suatu komunitas. Dampak dari faktor sosiologi pada fondasi psikologi, mengindikasikan adanya interaksi antar-berbagai dimensi yang berbeda dalam proses pendidikan, dan juga adanya potensi keterbatasan dari cara pandang pendidikan yang analitis, atau sangat sistemik. Diagram sistem dan proses pada gambar 1, harus meliputi beberapa garis peng­hubung antara beberapa langkah yang mencerminkan kompleksitas hubungan tersebut. Garis tambahan juga bisa diimbuhkan untuk mene­kankan adanya umpan balik dari praktik pendidikan yang aktual pada berbagai fondasi dan isu-isu di dalamnya.
Langkah berikutnya, per­tanyaan tentang isi pendidikan, dan hal-hal yang  terstruktur dalam pendidikan Kristen, agar mampu mengidentifikasikan ajaran Kristen yang akan diajarkan kepada kelompok peserta didik. Warisan tersebut berasal dari berbagai sumber fondasi yang sudah ada dan diidentifikasi sebelumnya, akan membentuk isi dan bentuk kurikulum.
Perhatian utamanya adalah pengaturan pengetahuan dan identifikasi nilai serta kemampuan yang akan diteruskan kepada generasi selanjutnya. Pada situasi sekarang, termasuk pemaparan pengetahuan ke peserta didik dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat yang terus berubah. Memasukkan unit kompetensi komputasi, adalah salah satu contoh perhatian utama yang lahir karena pengaruh teknologi; contoh lainnya adalah kebutuhan pada pengenalan Alkitab dan teologi di komunitas Kristen.
Akhirnya, para pendidik Kristen harus menetapkan prinsip pen­didikan yang telah disarikan dari berbagai fondasi yang ada dan kemudian menerapkan prinsip-prinsip itu ke dalam praktik pendidikan. Eksplorasi fondasi yang cermat menjadi sangat penting sebelum seseorang dapat merumuskan prinsip dan panduan bagi praktik pendidikan. Yang sering terjadi adalah pertanyaan mendasar diabaikan atau jawaban untuk perta­nyaan semacam itu diasumsikan sebagai cara untuk memfasilitasi tirani yang menekan dalam latar gereja, rumah, sekolah, dan konteks pelayanan lainnya.
Seluruh proses pendidikan, walaupun diistilahkan sebagai sistem, terpengaruh oleh berbagai kejadian yang membuat pendidikan Kristen adalah gabungan dari berbagai aspek ilmu pengetahuan. Para pendidik Kristen terpanggil secara kreatif mengkombinasikan dan mengintegrasi cara pandang berbagai disiplin ilmu dalam pola pikir dan praktik pendidikan.
Pola pikir dan praktik pendidikan menggabungkan pengetahuan berbagai disiplin ilmu seperti seni murni dan terapan, ekonomi, ilmu politik, ilmu hayat, ilmu fisika, teori sistem, teori manajemen, teknik dan matematika; kenyataan itu, menurut Pazmoni, mendukung pernyataan bahwa semua kebenaran adalah kebenaran Allah. Oleh sebab itu, pendidik Kristen bisa turut serta menghubung­kan kebenaran Allah dengan cara yang kreatif di mana pun mereka berada di tengah-tengah dunia ciptaan Tuhan.


[1] Sebuah karya monumental yang diterbitkan oleh Baker Book House, Michigan tahun 1988. Edisi dalam bahasa Indonesia telah diterbitkan oleh STT Bandung bekerjasama dengan BPK Gunung Mulia, Jakarta tahun 2012.
[2] Robert W. Pazmino adalah guru besar Pendidikan Kristen di Andover Newton Theological School. Meraih gelar Ed.D. dari Columbia University.

STAK AGJ membuka pendaftaran Mahasiswa Baru tahun akademik 2022/2023

STAK AGJ membuka pendaftaran Mahasiswa Baru 2022/2023: Daftar Online: https://bit.ly/PPMB_STAKAGJ2022 Daftar Offline : Jl. Jl. Youmakhe - Pa...