Nomor: 1881/SK/BAN-PT/Ak.Ppj/PT/XI/2022
Jumat, 06 Oktober 2017
Selasa, 11 April 2017
Foto - Foto Kegiatan STAK AGJ 2014 - 2017
Ketua STAK AGJ Mengikuti Wisuda Perdana Kampus STAK Arastamar Asmat di Kota Agats - 2016 |
Peresmian & Pembukaan Kampus STAK Arastamar Grimenawa Jayapura di Sabron Samon - Dist. Kemtuk |
Lokasi Awal Kampus STAK AGJ 2014 di Sabron Samon, Dist. Kemtuk |
Ketua STAK AGJ - Ketua YARPA - Pembina YARPA |
Kunjungan Pendiri SETIA Jakarta Pdt. Dr. Matheus Mangentang, M.Th - saat Ultah Ke-2 STAK AGJ 2016 |
Rabu, 08 Februari 2017
Inti Sari Buku: Pendidikan Agama Kristen, Berbagi Cerita & Visi Kita
Christian
Religious Education, Pendidikan Agama Kristen, Berbagi Cerita & Visi Kita
Prof. Thomas H. Croome[1]
By: Jeffrit Kalprianus Ismail
Inti Sari Buku
Apakah kita terpanggil untuk mengajar?
Bagaimana faktor-faktor sosial – tekanan-tekanan sosial, kemiskinan, politik –
mempengaruhi apa yang kita ajarkan, bagaimana kita mengajarkan, dan bagaimana
orang mempelajarinya? Siapa saja naradidik kita? Apa yang mereka pelajari, dan
kapan mereka siap mempelajarinya? Setelah kita memahami hal-hal dasar ini,
bagaimana kita dapat memfasilitasi suatu pengalaman edukatif yang memiliki kuasa
untuk membentuk dan mentransformasi umat dan masyarakat di dalam kehidupan
beriman yang mau berbagi kehidupan?
Di dalam bukunya ini, Thomas Groome
bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok ini sambil menyodorkan suatu
sejarah, teori, dan praktek modern dari pendidikan agama, yang terintegrasi
secara komprehensif, yang berguna bagi para naradidik generasi baru.
Pendekatannya yang bersifat refleksi diri sendiri ini – yang ia sebut dengan
istilah shared praxis,[2]
berbagai praksis – akan menginspirasi guru-guru sekolah, para naradidik di
kelas pendidikan agama, pendeta dan pastor, orangtua, dan pengajar agama di
gereja-gereja lokal yang ingin memahami dirinya sendiri, misinya, dan hal-hal
di sekitarnya demi memberi penjelasan, membentuk, dan mentransformasi kehidupan
naradidik mereka.
Karena pendidikan agama Groome telah
dilakukan dalam tradisi dan komunitas iman Kristen Katolik, maka ia memilih
judul Christian Religious Education (Pendidikan
Agama Kristen) untuk apa yang hendak ia refleksikan dalam karyanya ini.Ia
berharap refleksi-refleksinya dapat menggema dalam hati para pendidik agama
dari tradisi-tradisi yang lain, khususnya dari tradisi Yahudi.
Pertanyaan “Apa yang sedang kamu
lakukan?” telah menjadi pertanyaan utama yang kemudian menimbulkan lima pertanyaan
mendasar yang lain. Selama bertahun-tahun Groome melakukan praksis dan riset
teoretis, ia telah berada pada posisi yang sedikit lebih baik untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut, dengan membentuk enam pertanyaan, yang
dicirikan oleh kata ganti Tanya mereka – apa, mengapa, di mana, bagaimana,
kapan, dan siapa – telah membentuk enam bagian inti buku ini:
Bagian I Hakikat
Pendidikan Agama Kristen (Apa)
Bagian II Tujuan Pendidikan Agama Kristen (Mengapa)
Bagian III Konteks Pendidikan Agama Kristen (Di mana)
Bagian IV Pendekatan Pendidikan Agama Kristen: Berbagi Praksis
(Bagaimana)
Bagian
V Kesiapan bagi Pendidikan Agama
Kristen dengan Berbagi Praksis (Kapan)
Bagian
VI Mitra-mitra dalam Pendidikan
Agama Kristen (Siapa)
Buku ini ditujukan tidak hanya bagi
pendidik agama saja, tetapi bagi kalangan professional dan nonprofessional yang
tertarik untuk mengajukan dan mereflesikan pokok-pokok persoalan mendasar dalam
bidang pendidikan agama. Para pembaca dituntut untuk berhenti sejenak, bergumul
dengan ide-ide, dan membuat keputusan – para pembaca memiliki tugas yang berat.
Mempertimbangkan tantangan dan kesulitan tugas kita, kita tidak dapat
mengharapkan untuk melaksanakannya dengan mudah.
Perjalanan kearah iman yang dewasa
menuntut perjuangan dan “pergumulan” tertentu. Untuk mencapai identitas
religious kita wajib bergumul – seperti Yakub pada zaman dahulu – dengan diri
kita, dengan masa lampau kita, dengan masa kini kita, dengan masa yang akan
datang kita, dan bahkan dengan Allah kita (lih. Kej.32:22-32). Pergumulan kita
berada di level pokok-pokok persoalan dan pertanyaan-pertanyaan mendasar yang
diajukan oleh upaya itu sendiri. Cara-cara kita menjawab akan berbeda-beda dari
satu tempat peziarahan kita ke tempat yang lain, tetapi pokok-pokok
persoalannya tetaplah sama. Situasi ini akan terus berlangsung sampai datangnya
pemerintahan Allah yang sempurna, demikian kesimpulan praksis Thomas H. Groome
dalam buku ini – semoga bermanfaat!
[1] Thomas H. Groome adalah Profesor
Teologi dan Pendidikan Agama di Boston College dan di situ ia juga merupakan
seorang senior faculty di Institute
of Religious Education and Pastoral Ministry.
[2] Istilah praxis (praksis) secara terperinci dibahas oleh Groome dalam Bab
Delapan Buku ini. Secara ringkas praksis dapat dipahami sebagai “tindakan
reflektif”, yakni praktik yang diinformasikan oleh refleksi teoretis atau
sebaliknya, refleksi teoretis yang diinformasikan oleh praktik. Groome lebih
suka memakai istilah praxis di sini
daripada kata yang lebih lazim practice (praktik)
karena istilah yang disebut belakangan sangat sering memiliki konotasi keahlian
atau teknik, atau sesuatu yang dilakukan sebagai aplikasi teori dan dengan
demikian, pada kenyataannya, didikotomikan dari teori. Istilah praxix berusaha mempertahankan teori dan
praktik bersama-sama sebagai dua saat yang saling memperkaya dari kegiatan
manusia yang sama yang dilakukan dengan sengaja.
Inti Sari Buku: Fondasi Pendidikan Kristen: Sebuah Pengantar Dalam Perspektif Injili
Foundational Issues in Christian
Education, An Introduction in Evangelical
(Fondasi Pendidikan Kristen: Sebuah
Pengantar Dalam Perspektif Injili)[1]
Prof. Robert
W. Pazmino, Ed.D.[2]
By: Jeffrit Kalprianus Ismail
Inti Sari Buku
Inti Sari Buku
Selama beberapa dekade,
Foundational Issues in Christian Education telah menjadi kunci penting bagi
banyak pengajaran dalam program Pendidikan Kristen. Analisisnya yang bersifat
perspektif, digabungkan dengan alur penulisan yang jelas, telah membuat menjadi
sumber acuan yang tak tergantikan. Robert W. Pazmino, sebagai seorang ahli dalam
bidang Pendidikan Kristen, telah membimbing para pembaca melalui diskusi
fondasi dari interdisiplin dalam Pendidikan Kristen yang bersifat komprehensif,
mengajak semua pendidik Kristen untuk mengevaluasi kembali dasar dari
pengajaran mereka. Edisi yang diperbaharui ini, memasukkan interaksi dengan
pengembang professional selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir dan bagian
apendiks yang mengevaluasi dampak postmoderenisme sebagai sebuah filosofi
pendidikan. Sebagai tambahan, setiap bab memiliki bagian “poin-poin untuk
direnungkan” yang berguna untuk refleksi pribadi atau konteks kelas.
Membaca karya Pazmino, Robert
W., Fondasi Pendidikan Kristen: Sebuah Pengantar Dalam Perspektif Injili,
agaknya harus mempunyai pengetahuaan awal yang cukup tentang Pendidikan Agama
Kristen, dan aspek-aspek yang bertalian dengannya; Sejarah Gereja, dan aspek-aspek
yang terkandung dalam (cara) berteologi dan teologi (apa yang disebut) Injili,
termasuk apa kata Alkitab dalam terang pemahaman Kaum Injili. Hal tersebut
patut ada, dan dilakukan, karena pendekatan dan dasar pemikiran Robert W.
Pazmino adalah semuanya dalam Perspektif Injili. Pazmino secara tak langsung,
mengakui hal itu, menurutnya, "... buku ini dimaksudkan untuk menjadi buku
teks pengantar bagi mahasiswa tingkat lanjut dan mata kuliah di sekolah
teologi. Pendekatan yang digunakan dalam bukunya sangat bergantung pada sumber
kedua yang akan membantu para peserta didik mendapatkan pengalaman dan wawasan
yang lebih luas,..." (hal 10).
Karena secara khusus di
Indonesia, ada aneka perbedaaan yang belum mencapai titik temu tentang
pendidikan Kristen (istilah yang dominan dalam Fondasi); dan secara tersirat, pendidikan Kristen yang dimaksud
dalam Fondasi adalah pendidikan umum
(bukan melulu pada PAK) yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Kristen; di
dalamnya tidak mengkesampingkan apa kata Alkitab tentang pelajaran yang
diajarkan. Paling tidak, hal seperti itu, harus bisa dilakukan oleh
seorang pendidik Kristen. Dengan itu, jika ia adalah seorang guru biologi, maka
harus bisa mengungkap apa dasar Alkitab dari yang diajarkan; jika seorang guru
olah raga, maka harus mampu memberi dasar Alkitab dari bidangnya, dan
seterusnya.
Dalam sistem pendidikan
Nasional, PAK sebagai salah satu bagian dalam kurikulum, wajib diajarkan
pada hampir semua level pendidikan; isinya adalah pelajaran dan pengajaran
mengenai pokok-pokok penting iman Kristen (biasanya mengikuti buku teks PAK).
Sedangkan, umumnya, menurut Gereja-gereja di Indonesia, PAK adalah usaha yang
dilakukan secara terencana dan kontinyu dalam rangka mengembangkan kemampuan
pada siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati
kasih Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakannya dalam kehidupan
sehari-hari, terhadap sesama manusia dan lingkungan hidupnya.
Oleh sebab itu, ketika
seseorang, ingin mengetahui, memahami, mengerti dasar-dasar apakah yang menjadi
landasan ketika membangun, melakukan, serta mempraktekan proses
pendidikan Kristen, maka ia bisa menggunakan Fondasi sebagai buku sumber atau pun refrensi cukup lengkap.
Namun, perlu juga memperhatikan, dalam Fondasi, pada satu kalimat ataupun
alinea, ada sangat banyak pengulangan kata-kata, jika hilangkan tidak
mengurangi makna; namun jika tidak hati-hati, justru tak menemukan pesan serta
makna di dalamnya. Hal itu, mungkin terjadi pada saat proses edit ke
dalam bahasa Indonesia.
Melalui Fondasi pembaca menjadi tahu (atau sedikit mendapat informasi)
tentang sikon sosio-kultural-religius Hispanik di Amerika Utara karena ditulis
dari sudut pandang dua budaya tersebut dan sesuai dengan latar Pazmino yang
Kristen Injili oikumenis. Pazmino melakukan hal itu sebagai tanggapan terhadap
pandangan banyak orang menciptakan ketegangan yang tidak bisa diperdamaikan.
Pertama, Hispanik secara umum diasosiasikan dengan wilayah Amerika Tengah,
Amerika Selatan, dan daerah Karibia, tetapi bukan Amerika Utara. Kedua, orang
Kristen oikumenis dilihat sebagai bukan bagian dari orang-orang yang menamai
dirinya sebagai Injili. Akan tetapi, dari sudut pandang oikoumenis, Pazmino
melihat keadaan pendidikan Kristen dan tantangan harus di hadapinya.
Sebagaimana dikutip Pazmino,
menurut Alister McGrath, orang Kristen Injili berpotensi memberi kontribusi
kontinu dan berkelanjutan berkaitan dengan pertumbuhan ortodoksi dan menjawab
kebutuhan untuk mengajarkan iman yang hidup di dalam dunia postmodern. Oleh
sebab itu, orang Kristen terpanggil untuk tetap setia dalam teori dan praktik
pendidikan Kristen untuk memastikan proses pengalihan iman kepada generasi
selanjutnya.
Dalam rangka mendukung tugas
pengalihan iman itu, para pendidik Kristen dipanggil untuk mengevaluasi pikiran
dan praktik mereka yang berkaitan dengan isu mendasar mengenai pendidikan
Kristen. Isu-isu pendidikan Kristen yang mendasar mewakili
pertanyaan-pertanyaan selalu diajukan oleh mereka yang terlibat dalam pelayanan
mengajar di gereja. Isu-isu layak itu untuk dipikirkan kembali dengan cermat
oleh mereka yang mau merefleksikan pelayanannya di masa lalu, kini, dan akan
datan.
Dalam Fondasi, mengeksplorasi praktik disiplin untuk membentuk konsep
pendidikan Kristen secara menyeluruh dan terintegrasi, kemudian dari dalamnya
bisa diambil prinsip dan panduan untuk praktik PAK. Dengan demikian, para
pendidik Kristen yang memiliki orientasi teologi injili harus melakukan usaha
terpadu untuk memastikan cara pandang alkitabiah yang memberikan otoritas
esensial kepada teori dan praktik pendidikan Kristen; selain itu, juga harus
menggabungkan cara pandang dari berbagai disiplin ilmu lain. Perlu diperhatikan
bahwa penggabungan itu harus tunduk pada otoritas firman Allah; dan dengan
mengeksplorasi secara kritis berbagai fondasi yang sudah ada dan berpengaruh di
dalam pemikiran Kristen.
Para pendidik Kristen
disadarkan agar menyeimbangkan perhatian pada kontinuitas dan perubahan.
Kontinuitas pada usaha menekankan kebenaran Alkitab yang menjadi panduan iman
dan pelayanan pendidikan Kristen. Perubahan diperlukan dalam menekankan
kebutuhan untuk menerapkan kebenaran teologi dalam hubungannya dengan variabel
sejarah, budaya, sosial, dan personal. Usaha tersebut mengharuskan adanya upaya
mengevaluasi kembali sumber-sumber alkitabiah dan teologi (yang telah ada atau
diwariskan sebelumnya) dan berbagai tren yang mengkonfrontasi dunia dan
masyarakat luas.
Saat mengeksplorasi area-area
tersebut, penting untuk mengajukan pertanyaan signifikansi (dan juga upaya
untuk menjawabnya) yang kontinu yang ada dalam praktek pendidikan Kristen.
Sebelum membentuk seperangkat teori dan praktik pendidikan Kristen, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, memampukan para pendidik Kristen mengeksplorasi
kemungkinan baru serta mempertimbangkan "kantong kulit anggur yang
baru" untuk pendidikan Kristen. Melalui eksplorasi semacam itu,
orang-orang yang peduli pada pendidikan dalam berbagai seting akan mampu
mengidentifikasi prinsip-prinsip dan implikasi pendidikan yang bisa
dipraktikkan. Proses mengajukan pertanyaan-pertanyaan (yang bersifat dan
berhubungan dengan) PAK, berkaitan dengan dasar, prinsip, dan praktik
pendidikan, menggambarkan area-area ini dan hubungannya dalam sebuah sistem
diagram (lihat gambar 1). Pemikiran dan praktik pendidikan harus tunduk kepada
otoritas Alkitab sebagai Firman dari Allah untuk manusia dan segenap
ciptaan. Dalam kaitan itu, Alkitab adalah instrumen kritis, dijadikan alat ukur
agar mampu membedakan dan menilai peran para pendidik, peserta didik, serta
proses pendidikan. Dengan terlebih dahulu mengeksplorasi fondasi-fondasi
alkitabiah dan teologis, maka para pendidik Kristen menegaskan nilai universal
serta mampu untuk menyeberangi batas budaya, kemudian membimbing mereka (siapa
pun yang konsern pada PAK) dalam usaha dan pembentukan konsep pendidikan.
Pertimbangan yang diambil atau
dipakai para pendidik adalah dasar-dasar alkitabiah dan teologis sebagai sarana
mengidentifikasi asumsi-asumsi yang berbeda dan mempengaruhi orang-orang
Kristen dalam pikiran dan praktik pendidikannya. Pertimbangan fondasi filosofis
juga membantu para pendidik menentukan nilai-nilai universal dan kultural yang
dipakai untuk menjadi dan mencapai tujuan pendidikan dan sumber pengetahuan.
Nilai-nilai universal yang menyeberangi batas budaya itu adalah elemen
kontinuitas, yang tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan dan berbagai
kejadian yang mungkin terjadi, walaupun demikian nilai-nilai itu tidak bisa
terlepas dari peran interpretasi terhadap seting pendidikan.
Proses pendidikan melibatkan
investigasi variabel budaya melalui disiplin ilmu sejarah dan sosiologi atau
antropologi. Hal itu, membuat para pendidik Kristen memiliki kesadaran pada
posisinya dalam ruang dan waktu. Variabel budaya memberi kepada para pendidik
kesadaran pada konteks proses pendidikan berlangsung, walau dipengaruhi oleh
perbedaan-perbedaan waktu dan tempat.
Para pendidik Kristen, ketika
menciptakan konteks pendidikannya tak boleh melupakan variabel budaya dan
sub-budaya. Oleh karena itu, mereka berusaha keras menjadikan kebenaran
penyataan Allah yang transkultural dan bersifat universal menjadi nyata bagi
mereka yang terlibat dalam proses pendidikan. Dalam mengajar, para pendidik
berusaha mengenal, mengerti, dan mengasihi sehingga pengajarannya berbicara
langsung pada kebutuhan peserta didik. Hal ini, tidak berarti menanggalkan
peran pendidik sebagai seseorang memberi pertanyaan kritis dan perspektif yang
tidak diketahui peserta didik; kesadaran pada lokasi/posisi, konteks ruang,
waktu dan masyarakat ini penting bagi pembentukan praktik pendidikan yang
konsisten.
Di luar pertanyaan mengenai
nilai-nilai universal dan variabel budaya, para pendidik dikonfrontasi oleh
individu yang menjadi tanggung jawabnya. Pendidik Kristen perlu
mempertimbangkan fondasi psikologis agar mampu membedakan variabel kelompok dan
personal yang mempengaruhi pendidikan. Secara khusus, harus ikut
dipertimbangkan peserta didik, yang saat ini ada dan terlibat, secara sukarela
atau pun tidak. Dan juga, pendidik bertanggung jawab kepada orang tua, administrator,
dewan pendidik, rekan sekerja, gembala, dan sejumlah orang dan kelompok
lainnya, tergantung pada konteks pelayanannya.
Fondasi psikologis memberi
pengetahuan pada pendidik memahami cara dan proses perkembangan seseorang,
belajar, dan berinteraksi dengan orang lain. Juga, agar bagaimana pendidik
berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai kelompok orang dan struktur yang
berhubungan dengan latar pendidikan, apakah di rumah, sekolah, gereja atau
suatu komunitas. Dampak dari faktor sosiologi pada fondasi psikologi,
mengindikasikan adanya interaksi antar-berbagai dimensi yang berbeda dalam
proses pendidikan, dan juga adanya potensi keterbatasan dari cara pandang
pendidikan yang analitis, atau sangat sistemik. Diagram sistem dan proses pada
gambar 1, harus meliputi beberapa garis penghubung antara beberapa langkah
yang mencerminkan kompleksitas hubungan tersebut. Garis tambahan juga bisa
diimbuhkan untuk menekankan adanya umpan balik dari praktik pendidikan yang
aktual pada berbagai fondasi dan isu-isu di dalamnya.
Langkah berikutnya, pertanyaan
tentang isi pendidikan, dan hal-hal yang terstruktur dalam pendidikan
Kristen, agar mampu mengidentifikasikan ajaran Kristen yang akan diajarkan
kepada kelompok peserta didik. Warisan tersebut berasal dari berbagai sumber
fondasi yang sudah ada dan diidentifikasi sebelumnya, akan membentuk isi dan
bentuk kurikulum.
Perhatian utamanya adalah
pengaturan pengetahuan dan identifikasi nilai serta kemampuan yang akan
diteruskan kepada generasi selanjutnya. Pada situasi sekarang, termasuk
pemaparan pengetahuan ke peserta didik dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat yang terus berubah. Memasukkan unit kompetensi komputasi, adalah
salah satu contoh perhatian utama yang lahir karena pengaruh teknologi; contoh lainnya
adalah kebutuhan pada pengenalan Alkitab dan teologi di komunitas Kristen.
Akhirnya, para pendidik
Kristen harus menetapkan prinsip pendidikan yang telah disarikan dari berbagai
fondasi yang ada dan kemudian menerapkan prinsip-prinsip itu ke dalam praktik
pendidikan. Eksplorasi fondasi yang cermat menjadi sangat penting sebelum
seseorang dapat merumuskan prinsip dan panduan bagi praktik pendidikan. Yang
sering terjadi adalah pertanyaan mendasar diabaikan atau jawaban untuk pertanyaan
semacam itu diasumsikan sebagai cara untuk memfasilitasi tirani yang menekan
dalam latar gereja, rumah, sekolah, dan konteks pelayanan lainnya.
Seluruh proses pendidikan,
walaupun diistilahkan sebagai sistem, terpengaruh oleh berbagai kejadian yang
membuat pendidikan Kristen adalah gabungan dari berbagai aspek ilmu
pengetahuan. Para pendidik Kristen terpanggil secara kreatif mengkombinasikan
dan mengintegrasi cara pandang berbagai disiplin ilmu dalam pola pikir dan
praktik pendidikan.
Pola pikir dan praktik
pendidikan menggabungkan pengetahuan berbagai disiplin ilmu seperti seni murni
dan terapan, ekonomi, ilmu politik, ilmu hayat, ilmu fisika, teori sistem,
teori manajemen, teknik dan matematika; kenyataan itu, menurut Pazmoni,
mendukung pernyataan bahwa semua kebenaran adalah kebenaran Allah. Oleh sebab
itu, pendidik Kristen bisa turut serta menghubungkan kebenaran Allah dengan
cara yang kreatif di mana pun mereka berada di tengah-tengah dunia ciptaan
Tuhan.
[1] Sebuah karya monumental yang
diterbitkan oleh Baker Book House, Michigan tahun 1988. Edisi dalam bahasa
Indonesia telah diterbitkan oleh STT Bandung bekerjasama dengan BPK Gunung
Mulia, Jakarta tahun 2012.
[2] Robert W. Pazmino adalah
guru besar Pendidikan Kristen di Andover Newton Theological School. Meraih
gelar Ed.D. dari Columbia University.
Langganan:
Postingan (Atom)
STAK AGJ membuka pendaftaran Mahasiswa Baru tahun akademik 2022/2023
STAK AGJ membuka pendaftaran Mahasiswa Baru 2022/2023: Daftar Online: https://bit.ly/PPMB_STAKAGJ2022 Daftar Offline : Jl. Jl. Youmakhe - Pa...
-
MENDIDIK ANAK MENURUT ALKITAB (Suatu Analisa Etika Sosial) By: Jeffrit Kalprianus Ismail “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangk...
-
Christian Religious Education, Pendidikan Agama Kristen, Berbagi Cerita & Visi Kita Prof. Thomas H. Croome [1] By: Jeffrit Kal...
-
Foundational Issues in Christian Education, An Introduction in Evangelical (Fondasi Pendidikan Kristen: Sebuah Pengantar Dalam Persp...